Rabu, 21 Oktober 2015

Fraksi PKB: RUU Perlindungan Nelayan Prioritas Prolegnas 2016


"Nasib Nelayan di Tengah Poros Maritim Dunia", Diskusi Publik Fraksi PKB DPR, dibuka oleh Sekretaris Fraksi PKB H Jazilul Fawaid. Dihadiri Daniel Johan (Dapil Kalbar) dan Ibnu Multazam (Dapil Jawa Timur). Foto: Usep Saeful Kamal  


Dalam Nawa Cita Pemerintahan Jokowi-JK bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Visi ini tentu patut diapresiasi, karena sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan yang luas, potensi sumber daya alam yang besar dan letaknya yang strategis (berada di persilangan dua samudera, Hindia dan Pasifik), memang sudah seharusnya Indonesia menjadi poros maritim dunia. 

Sebagai negara yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitas, kemakmuran dan masa depannya sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera. Sebagai negara maritim yang memiliki luas lautan yang mencapai 3,25 juta KM persegi atau 63 % dari wilayah Indonesia, saatnya sektor perikanan menjadi urat nadi kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakatnya. 

Visi poros maritim dunia maupun target kedaulatan pangan yang berbasis pada sumber daya kelautan seharusnya berbanding lurus dengan kesejahteraan pelakunya yaitu nelayan. Hal ini karena salah satu pilar poros maritim adalah komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Dalam konteks ini nelayan sebagai pelaku penting ekonomi kelautan tidak boleh dikesampingkan, sebaliknya justru harus menjadi subyek penting yang harus berdaya. 

Kita harus bergembira karena peningkatan produksi perikanan terus digulirkan pemerintah. Dari tahun ke tahun, target produksi perikanan terus meningkat. Tahun ini, produksi perikanan ditargetkan 24,82 juta ton. Sedangkan tahun 2016, target produksi perikanan mencapai 25,91 juta ton. 

Demikian juga target konsumsi ikan juga terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan kebutuhan pangan. Tahun ini, konsumsi ikan nasional ditargetkan 40 kg per kapita, sedangkan tahun 2016 ditargetkan 43,88 kg per kapita. Tahun 2019 pemerintah menargetkan konsumsi ikan nasional mencapai 50 kg per kapita.

Namun sayang, peningkatan target produksi dan konsumsi ikan tersebut, belum sejalan dengan peningkatan kesejahteraan nelayan. RPJM 2015-2016 juga masih terjebak pada pola pikir peningkatan produksi semata, namun mengabaikan nasib produsennya. Ukuran keberhasilan pangan selama ini hanya aspek produktifitas, sementara pelaku utama kedaulatan pangan yakni petani dan nelayan, justru menyumbang angka kemiskinan terbesar. 

Sekitar 98,7 persen dari total nelayan Indonesia yang berjumlah 2,7 juta orang merupakan nelayan kecil. Kapal nelayan Indonesia didominasi ukuran di bawah 30 GT. Adapun kapan ikan besar di atas 30 GT hanya 5.329 unit. Itu artinya, sebagian besar nelayan Indonesia adalah nelayan kecil yang masih didera oleh kemiskinan dan ketertinggalan. Di sinilah negara harus hadir untuk melindungi dan memberdayakan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagai pelaku utama ekonomi kelautan. 

Untuk itu kehadiran Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam menjadi sangat urgen dan strategis. Pembentukan regulasi ini diharapkan akan menjadi langkah transformasi yang penting bagi peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai salah satu pilar dan prasyarat mutlak untuk mewujudkan mimpi tentang poros maritim dunia. 

Pemberdayaan dan perlindungan nelayan dan pelaku utama lain di sektor kelautan juga merupakan faktor penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan, yang tak sekadar berporos pada pemenuhan pangan semesta negeri, tetapi juga menyejahterakan pelakunya.

Berangkat dari latar belakang itulah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI memandang RUU tersebut harus segera dibahas dan disahkan. Untuk menyempurkan RUU tersebut diperlukan kajian yang matang dan mendalam tentang berbagai persoalan yang melingkupi dunia nelayan dan masalah-masalah di sektor perikanan dan kelautan kita. 

Untuk itu diperlukan keterlibatan masyarakat luas terutama stakeholders kelautan dan perikanan, untuk memberi masukan dan perspektif guna menyempurnakan RUU tersebut. Hal ini agar pembentukan regulasi tentang pemberdayaan dan perlindungan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam ini mampu menjawab berbagai perkembangan dan kebutuhan masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang adil dan menyejahterakan.

Sebagai partai yang konsen terhadap kaum marginal, PKB sangat peduli terhadap pemberdayaan nelayan dan pelaku kecil lain di sektor kelautan dan perikanan. Untuk itulah FPKB telah turut menginisiasi pembentukan RUU Nelayan tersebut dan mendorong ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2016. 

Bagi FPKB, RUU ini akan menjadi salah satu instrumen penting untuk mewujudkan visi poros maritim dunia dan mewujudkan kedaulatan pangan berbasis potensi kelautan dan perikanan yang adil dan berpihak pada rakyat kecil. Berangkat dari dasar pemikiran itulah FPKB menyelenggarakan diskusi dan bedah RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Diskusi Publik. NASIB NELAYAN DI TENGAH POROS MARITIM DUNIA
"Membedah RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam" di Ruang Fraksi PKB Lantai 18 Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, 21 Oktober 2015. 

--kra


Jumat, 16 Oktober 2015

Nasim Khan: Ekonomi Indonesia Mau ke "Kiri" atau "Kanan", harus Pancasilais!

EKONOMI KE "KIRI" ATAU "KANAN" -- Anggota MPR Ir M Nasim Khan (memegang mic) menyampaikan kata sambutan dan membuka secara resmi acara Seminar Anggota MPR di Situbondo, 26 September 2015. Nasim menyampaikan materi bertajuk “Penataan Sistem Perekonomian Nasional Berbasis Demokrasi Pancasila di Situbondo”. (foto: zabidi ma)


LaskarJagad -- Gencarnya pengaruh globalisasi membawa dampak dan konsekuensi yang harus ditanggung dalam kehidupan masyarakat, tidak terkecuali bidang ekonomi. Apalagi bidang ekonomi terkena imbas paling cepat.

"Kita Indonesia sebagai bangsa besar tidak boleh terbawa arus begitu saja. Harus mandiri dan kritis," kata Anggota MPR Ir M Nasim Khan dalam acara Seminar Anggota MPR di Situbondo, 26/9/2015.

Dikatakan, sikap kita sebagai bangsa harus selalu waspada terhadap apapun yang berbau baru, modern, dan kontemporer. Bukan berarti kita sebagai bangsa harus menolak, namun lanjut Nasim, kita punya dasar Pancasila sebagai patokan berbangsa dan bernegara.

"Pancasila sudah memberikan ruang yang luas sebagai bangsa. Ekonomi kita mau ke kanan atau ke kiri, boleh saja. Yang penting berbasis Pancasila," ucap Anggota MPR asal Dapil Jawa Timur III (Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso) ini. Seminar ini mengambil tema “Penataan Sistem Perekonomian Nasional Berbasis Demokrasi Pancasila di Situbondo”

Lanjutnya, saat kita berbicara ekonomi, tidak bisa mengesampingkan paham ideologi yang radikal dan kekerasan yang memnuntut kita waspada. Sehingga kalau tidak disikapi secara hati-hati, akan terbawa dalam pusaran arus global yang kian menyesatkan.

"Akhir-akhir ini, banyak muncul faham atau ideologi transnasional baik yang beraliran liberal ataupun radikal. Tentu ini akan berdampak pula pada kehidupan masyarakat pesantren dan kalangan santri di Indonesia. Termasuk ekonominya," ujarnya di forum seminar dihadiri para tokoh masyarakat, perangkat desa, dan alim ulama itu.

Di luar konteks ekonomi yang menjadi tema Seminar, Nasim menjelaskan tujuan dan fungsi kegiatan ini. Katanya, kegiatan MPR ini dimaksudkan untuk memperluas pemahaman masyarakat terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Diharapkan melalui program ini, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila bisa menjadi perilaku keseharian masyarakat di Indonesia.

Selain itu, lanjut Nasim, kegiatan ini diharapkan memunculkan pembelajaran politik yang berorientasi pada nilai-nilai demokratisasi yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari. Baik bidang sosial, politik, kebudayaan, maupun ekonomi. 

"Kegiatan Seminar ini diharapkan bisa mempercepat proses demokratisasi di lingkungan masyarakat. Bukan hanya wacana, namun juga aplikasinya," pungkas Wakil Sekretaris Fraksi PKB MPR ini. (kra)

Selasa, 06 Oktober 2015

Nasim Khan dan Pendidikan Pancasila untuk Anak-Anak

DEKAT BERSAMA ANAK-ANAK -- Anggota Fraksi PKB MPR, Ir M Nasim Khan, bersama anak-anak santri pondok pesantren, Banyuanyar, Situbondo, Jawa Timur, 19/09/2015.

Situbondo, Laskar Jagad News -- Pengenalan tentang Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memang penting dilakukan sejak dini. Menyadari hal ini, Anggota MPR Dapil Jawa Timur III (Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi), Ir M Nasim Khan, mengajak para guru di sekolah untuk terus mengenalkan Pancasila kepada anak-anak di sekolah.

Menurutnya, Pancasila adalah dasar Negara Indonesia tetapi masih banyak warga negara masyarakat yang belum menerapkan dasar negara kita ini secara baik dari kalangan bawah hingga kalangan tinggi. Maka dari itu, salah satu langkahnya adalah dengan memasyarakatkan Pancasila di kalangan anak-anak.

"Cara paling klasik adalah upacara bendera di sekolah. Karena di situ ada pembacaan teks Pancasila," kata Nasim di Banyuanyar, Situbondo, Jawa Timur, 19 September 2015.

Menurut Nasim, pendidikan pengenalan nilai-nilai Pancasila pada anak usia dini harus dilakukan melalui pembelajaran yang menyenangkan. Ini menjadi salah satu upaya negara mengenalkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak.

"Karenanya mendorong agar guru-guru di sekolah memberikan pemahaman terkait pentingnya pengamalan nilai-nilai Pancasila pada anak-anak sekolah," katanya.

Nasim menuturkan, program pengenalan dan pemahaman Pancasila bagi pendidik terus ditingkatkan oleh MPR. Karena dewasa ini di era modernisasi 'cyber' tantangan memperkuat Pancasila semakin ketat bagi guru.

"Kita tidak bisa hanya prihatin karena derasnya arus informasi 'cyber' yang bisa melemahkan Pancasila. Harus ditangkal sejak generasi terbawah, yakni anak-anak. Sebagai upaya pengenalan sejak dini pemahaman nilai-nilai Pancasila," kata Wakil Sekretaris FPKB MPR itu di depan guru, ustadz, dan pejabat setempat.

Dikatakan, salah satu cara efektif mendidik anak bermoral dan berkarakter adalah melalui cerita atau dongeng. Dengan bercerita para guru bisa secara mudah menanamkan nilai-nilai Pancasila.

"Kalau mengajarkan ke anak-anak ya banyak dongeng. Jangan banyak teori. Memori anak usia dini paling mudah merekam dongeng yang nyaman bagi mereka," pungkas Nasim.

Sosialisasi MPR di Daerah Pemilihan merupakan program terobosan untuk memasyarakatkan Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (disingkat PBNU). Program ini dilaksanakan agar PBNU bisa dipahami semua warga negara lintas profesi dan strata sosial. Program MPR ini dilaksanakan berdasarkan amanat undang-undang. -kra

Selasa, 15 September 2015

Nasim Khan Tegaskan Kaum Santri Setia Pancasila


PANCASILA DAN PERAN KAUM SANTRI -- "Kaum santri ikut berperan dalam membentuk dan mewarnai negara ini. Melalui Fraksi PKB, kami di DPR maupun MPR selalu menyuarakan amanat kaum santri dan para masyayikh,” kata M Nasim Khan, Anggota DPR Fraksi PKB asal Dapil Jawa Timur III.



Bondowoso, LaskarJagad.net – Santri-santri yang mengenyam pendidikan agama pondok pesantren memiliki kepedulian yang tinggi terhadap Tanah Air dimana mereka berpijak. Kemerdekaan yang diraih oleh bangsa Indonesia karena peranan kiai dan santri santrinya.
Demikian pernyataan Anggota MPR Ir M Nasim Khan saat membuka Sosialisasi Majelis Permusyawaratan Rakyat di Daerah Pemilihan Jawa Timur III, Desa Sumberkalong, Bondowoso, Jawa Timur, 23 Agustus 2015.
Pesantren dari tahun ke tahun terus berjuang mempertahankan bangsa dan negara Indonesia dengan tradisi salafiyahnya. Pendidikan “tradisional” mereka menjadi ujung tombak perjuangan dengan khazanah keilmuwan Islam ala ahlussunah wal Jamaah (Aswaja).
Menurut Nasim, ketika pesantren diminta memperkuat peran sertanya mempertahankan bangsa dan negara mereka tidak pernah diam bergerak maju dengan senjata apa adanya.
“Adanya bambu rucing, ya bawa bambu itu. Ini menunjukkan semangat bela negara sangat tinggi. Mereka sangat Pancasilais,” katanya.
Setelah perang usai, maka para santri dan kiai kembali ke pesantren memperdalam keilmuwan agama untuk menjunjung tinggi keagamaan berdimensi kemanusiaan. Kesetiaan kaum santri kepada Pancasila, menurut Nasim, adalah harga mati yang selalu dipertaruhkan demi tegaknya negara dan keberlangsungan bangsa Indonesia.
“Saya menjadi saksi di DPR. Bahwa kaum santri juga ikut berperan dalam membentuk dan mewarnai negara ini. Melalui Fraksi PKB, kami di DPR maupun MPR selalu menyuarakan amanat kaum santri dan para masyayikh. Karena beliaulah kami ada di Dewan,” katanya.
Acara sosialisasi MPR diwarnai dialog dan ramah tamah. Nasim yang kelahiran Situbondo memberikan penjelasan bagaimana perjuangan di DPR menyampaikan aspirasi rakyat Dapil Jawa Timur III (Situbondo Bondowoso dan Banyuwangi) sama-sama mulia dengan para kiai yang mendampingi santri-santri memperdalam ilmu-ilmu agama.
“Untuk itu kami mohon selalu didoakan agar senantiasa kuat membawa amanat ini,” pungkas Wakil Sekretaris Fraksi PKB MPR ini. -kra

Senin, 07 September 2015

Nasim Khan: APBN 2016 Wajib Pro-Pondok Pesantren

NASIM KHAN SECOND CITY ASEMBAGUS - Anggota DPR Fraksi PKB, Ir M Nasim Khan, memberikan kata sambutan dalam peresmian Second City Asembagus, Situbondo (3/9/2015). Kehadirannya sebagai representasi Anggota Dewan asal Dapil Jawa Timur III meliputi Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi. "Situbondo satu-satunya Bumi Shalawat di Indonesia. Shalawat terus mengalun dari Situbondo, Indonesia selamat dari krisis," katanya. (FOTO: ISTIMEWA)

Jakarta, LaskarJagad - Di tengah pembahasan RAK/L APBN 2016, Anggota Komisi VI DPR Ir M Nasim Khan meminta pemerintah optimal membahas anggaran untuk program pemberdayaan pondok pesantren. Ketua Poksi VI Fraksi PKB ini juga minta agar pemerintah segera merealisasikan program pesantren untuk tahun 2015 ini.

"Saya mendapatkan laporan dari daerah bahwa ada beberapa program yang jelas untuk pesantren tapi tidak bisa cair. Alasannya macam-macam," kata Anggota Dewan Dapil Jatim III (Situbondo, Bondowo, banyuwangi) disela rapat internal Komisi VI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (7/9).

Menurutnya, pemberdayaan pondok pesantren dan santri-santrinya harus diutamakan mengingat fakta sejarah Indonesia eksis sampai sekarang berkat perjuangan para santri.

"Kita tidak mau pondok pesantren hanya disebut-sebut sebagai pejuang. Namun setelah merdeka jarang diajak berpartisipasi dalam pembangunan," katanya.

Dikatakan, sekarang ini adalah momentum yang tepat untuk menganggarkan dana APBN untuk pesantren.

"Saya sebagai Anggota Dewan harus mengingatkan pemerintah. Toh manfaat pesantren semakin nyata di mana-mana. Apalagi ponpes-ponpes sekarang makin kreatif dan mandiri. Kita harus dorong terus agar APBN betul-betul pro-pondok pesantren," kata Wakil Sekretaris Fraksi MPR RI ini.

Nasim mengingatkan agar pemerintah tidak lupa atas perjuangan pesantren, kiai, dan santri-santri dalam menjaga keutuhan NKRI.

"Sinergisitas kaum nasionalis dan santri bisa bersama menjaga Negara ini karena punya pesantren sebagai akar kekuatannya," pungkas Nasim sebagai Sekjend Majelis Shalawat Nusantara (Majelis Pesona).

Nasim adalah anggota DPR RI asal Daerah Pemilihan Jawa Timur III meliputi Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi. Ia lahir di Situbondo, Kota Bumi Shalawat. Kota ini mencatat sejarah Nahdlatul Ulama, yakni Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama (Munas NU) di Situbondo tahun 1983 memutuskan secara resmi NU memantapkan Pancasila sebagai asas organisasi. (kra)

Jumat, 03 Juli 2015

Nasim Khan: Pembelajaran Pancasila Penting di Sekolah dan Pesantren



Situbondo, LASKARJAGAD -- Pancasila sebagai dasar negara Indonesia wajib menjadi materi pendidikan di sekolah maupun pesantren. Sebab dengan Pancasila diterapkan di lembaga pendidikan, harapannya generasi Indonesia di masa depan makin kuat ideologi kebangsaan dan kenegaraannya.

"Justru dengan diterapkan di sekolah tingkat dasar. Agar kekuatan ideologi bangsa ini terjaga sejak dini," kata Bang Nasim, panggilan akrab anggota DPR M Nasim Khan dalam acara `Sosialisasi MPR di Daerah Pemilihan`, di Curahjeru, Panji, Situbondo (20/6).

Dikatakan, Indonesia merupakan negara besar terdiri dari berbagai bangsa dan bahasa sehingga membutuhkan "obat pengikat" yang kuat. Sejak Indonesia merdeka, Pancasila sudah mengalami berbagai peristiwa yang bermaksud menggeser Pencasila dari posisi ideologi bangsa.

"Namun para pendiri dan rakyat bersatu maka tak tergoyahkan. Karena ikatannya kuat, yaitu Pancasila. Ini juga tak lepas alim-ulama NU (Nahdlatul Ulama, red.)," katanya.

Menurutnya, pendidikan Pancasila mempunyai peranan penting dalam pengembangan kemampuan dan pembentukan karakter landasan utama bagi terciptanya manusia Indonesia yang mampu hidup dalam zaman yang selalu berubah.

"Pancasila mendukung pengembangan karakter bagi manusia. Jadi, pembelajaran Pancasila di sekolah dasar sangat penting. Karena di situ proses awal pengembangan karakter manusia Indonesia selanjutnya," kata Anggota DPR Dapil Jawa Timur III (Bondowoso Situbondo Banyuwangi).

Di depan para alim ulama, ustadz, guru ngaji, guru sekolah, Bang Nasim menuturkan, sejarah telah mengungkapkan Pancasila adalah jiwa dari seluruh bangsa Indonesia yang mampu memberi kekuatan hidup kepada bangsa Indonesia serta membimbingnya dalam mengejar kehidupan lahir batin yang makin baik, di dalam masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.

"Di sini pembelajaran Pancasila di sekolah dasar menjadi sangat penting. Pancasila merupakan jiwa dari seluruh rakyat Indonesia," pungkasnya.

Acara Sosialisasi MPR di Dapil ini berlangsung meriah dan hangat dihadiri juga para santri dan warga desa Curah Jeru. Acara ditutup dengan doa dan berbuka puasa bersama di aula pondok pesantren tersebut. (kra -- laskarjagad)

Minggu, 24 Mei 2015

Nasim Khan PKB: Tindakan Kriminal, Usut Tuntas Pengedar Beras Plastik


 

Jakarta, NKI NEWS, - Belakangan ini banyak beras plastik beredar di pasaran sehingga meresahkan masyarakat. Padahal beras plastik sangat berbahaya bagi kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Oleh sebab itu, pemerintah harus segera mengusut tuntas pelaku yang mengedarkannya karena termasuk tindakan kriminal.

“Pemerintah, dalam hal ini polisi dan Kementerian Perdagangan harus mengusut tuntas siapa pelakunya. Tangkap itu pelakunya. Ini kriminal,” ujar anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB, di Jakarta (24/05).

Menurut Nasim,  hasil penelitian beras yang mengandung unsur plastik sudah dilakukan. Jika pemerintah tidak segera mengusut tuntas dikuatirkan peredarannya semakin meluas.

“Pemerintah harus segera bertindak. Paling tidak, agar tidak beredar luas. Kasihan rakyat,” katanya.

Nasim mensinyalir, si pengedar beras plastik mempunyai kepentingan tertentu di luar ekonomi. Sebab dibanding harga beras yang asli, justru beras plastik lebih mahal.

“Secara logika ini tidak masuk akal. Tapi mengapa ada orang mengedarkan? Kemungkinan ini ada unsur provokasinya. Tapi masyarakat harus tetap tenang. Percayakan kepada pemerintah untuk mengusutnya,” tuturnya.

Dikatakan, sekarang ini mendekati masa puasa dan hari raya Idul Fitri kemungkinan juga pebisnis beras plastik bermaksud merusak pasar. Targetnya agar beras miliknya yang laku di pasaran.

Oleh karena itu, kata Nasim, Fraksi PKB mendorong DPR RI membentuk Pansus Beras Plastik. Karena hal ini membutuhkan penanganan beberapa pihak secara komprehensif. Yakni perlu melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kepolisian/POLRI, dan Kementerian Kesehatan.

“Kami berharap menjelang puasa dan lebaran ini tidak ada lagi beras plastik di pasaran. Agar masyarakat tenang dan nyaman beribadah,” tutur Nasim di Kantor DPP PKB, Jakarta, Minggu (24/5). [KRA, NKI News]



KETERANGAN FOTO: PKB Dorong DPR Bentuk Pansus Beras Plastik. Di Kantor DPP PKB Jalan Raden Saleh, Jakarta, sejumlah politisi PKB berkumpul mendesak agar DPR segera membentuk Pansus Beras Plastik. Dari kiri ke kanan: M Nasim Khan, Neng Eem Markhamah, Daniel Johan, Helmy Faisal Zaini, Rohani, dan Acep Adang Ruchiyat. [foto: kholilul rohman ahmad]



Indonesia Harus Jadi Pelopor Mengatasi Pengungsi Rohingya


DISKUSI #SAVEROHINGYA DPP PKB. H Syaiful Bahri Anshori (Fraksi PKB Komisi I DPR) dan Andi Rochmyanto (Kemenlu RI). Foto: Alie Media DPP PKB
 

SYAIFUL BAHRI ANSHORI:


Persoalan Rohingya ini adalah persoalan kemanusiaan berupa tragedi. Ya tragedi kemanusiaan. Mereka berjumlah ribuan orang tidak punya tanah air, tidak punya negara, tidak punya tempat tinggal, terapung di tengah laut dengan peralatan seadanya.


Sehingga ini jadi tanggungjawab kita bersama. Jika tidak ditangani bersama-sama, saya yakin mereka akan jadi mangsa ikan di laut karena jadi mangsa ikan. Saya kira ini adalah tragedi yang sangat besar, sekitar 200 ribu orang mereka tidak punya negara.


Sebagai Anggota Komisi I DPR, saya sering mengusulkan kepada pemerintah agar segera menangani pengungsi Rohingya ini. Persoalan ini sudah lama muncul. Namun sayangnya kita belum meratifikasi konvensi itu. Termasuk mengapa pemerintah sering mengeluhkan soal dana kemanusiaan untuk pengungsi, saya kira karena kita belum meratifikasi.


Saya sering mengusulkan kepada pemerintah agar persoalan pengungsi jangan jadi persoalan rumit. Memang salah satunya karena kita belum meratifikasi Konvensi PBB tentang pengungsi. meskipun begitu, karena ini menyangkut kemanusiaan, saya kira pemerintah hatus banyak akal, apalagi pemerintah juga punya banyak mitra utk bisa membantu mengatasinya. Bila perlu harus melibatkan pihak ketiga, ya lakukanlah sepanjang bisa mengatasi sisi kemanusiaannya.


Misalnya, kita punya banyak pengusaha kaya dan ormas ormas besar seperti nu dan muhammadiyah yang telah merespons dengan baik soal Rohingya ini. Bahkan PBNU telah menyediakan pesantren-pesantren di lingkungan NU dan siap menampung mereka. di NU ada sekitar 40 ribu pesantren. Jika satu pesantren menampung satu, jumlahnya sudah sangat signifikan. muhammadiyah juga punya banyak perguruan tinggi. Saya kira itu bisa kita atasi secara bersama.


Kedua, Indonesia ini negara besar di Asean. Sudah saatnya Indonesia menggalang kekuatan asean untuk berbicara di tingkat internasional tentang Rohingya ini. Jika selama ini HAM internasional untuk soal perang di Timur tengah selalu vocal, tetapi mengapa utk soal Rohingya ini kita malah diam saja. Saya kira Asean harus bergerak untuk menarik mereka agar terlibat dalam penanganan kasus ini.


Dana-dana PBB saya kira banyak untuk menangani pengungsi. Mengapa pengungsi Rohingya tidak ditangani. Indonesia layak menjadi trigger bergerak bersama Asean utk mengatasi Rohingya ini. Saya ingat ketika pada kasus tertentu mereka kompak mengatasi imigram secara kompak. Mengapa mereka bergerak?  


Ketiga, saya kira harus ada roadmap bagi kepentingan luar negeri ini. Kalo kita harus menampung semua Rohingya ya itu tidak mungkin. harus ada tahapan-tahapannya, Entah bulan atau tahun, sumberdaya apa yg harus dipersiapkan untuk Rohingya ini. Sebab persoalan Rohingya ini bukan semata soal trafficking (perdagangan manusia). Saya tadi mendengar, karena ada unsure trafficking membuat Menlu sikapnya agak melunak. Saya kira persoalannya bukan hanya trafficking.


Saya kira bukan itu. Mereka menjadi pengungsi ini secara sistematis. Ada sejarah Rohingya menyatakan mereka dilarang oleh undang-undang, konflik antar agama, sampai pembantaian etnis. Ini tentu karena ada unsure sistematis yang dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap Rohingya.


Oleh sebab itu, karena mereka juga mempunyai persoalan di Negara asalnya, maka butuh kita ikut menyelesaikan bersama-sama. Benar bahwa itu persoalan internal negaranya. Tapi ini sudah di luar norma kemanusiaan.


Saya sepakat dengan usulan menghadirkan PBB ke Myanmar untuk menekan Negara. Agar mencabut undang-undang yang melarangnya. Ini berbahaya. Oleh sebab itu, saya sepakat untuk menghadirkan Negara-negara dan menekan Myanmar melakukan pencabutan undang-undang itu. Agar persoalan Myanmar tertangani dengan baik. Bahwa sejak 2007 sudah terjadi peristiwa keji terhadap Rohingya, apakah dunia sudah melangkah dengan sikap yang layak? Sehingga Rohingya tertangani dengan baik dan layak?


Bagi saya, jika waktu itu sudah tertangani dengan baik dan layak, tidak mungkin muncul tragedy sekarang ini. Karena setelah kita teliti, Rohingya ini ingin mencari penghidupan yg layak, yaitu ke Australia dan New Zealand. Ini artinya mereka di sana tidak diperlakukan dengan layak, terlebih dicampuri Bangladesh karena Islam madzhab-nya berbeda. Makanya mereka sangat senang sekali bisa ditampung di Malaysia dan bisa diterima bekerja. Kalo di Indonesia susah, karena banyak berbeda.
 

Sehingga, dengan begitu pelik dan banyak persoalan yang melingkupi Rohingya, harus ada roadmap agar tertangani dengan baik dan bisa diterima kembali ke negaranya. Bayangkan, di jaman modern ini masih saja ada etnis yang tidak mempunyai Negara. Betapa ngerinya. Kalo air mereka punya, tapi air laut. Bepergian tanpa tujuan dengan sarana yang sangat terbatas. Tidak masuk akal mereka akan bisa hidup lama. Makan saja susah. Minum saja minum airnya sendiri.


Makanya harus kita tangani bersama-sama. Dengan dipelopori Indonesia kita bangsa-bangsa ASEAN untuk menampung mereka. Selain itu juga kita perlu mengakses dana-dana untuk pengungsi, seperti OKI dan dana internasional. Selain tentunya juga UNHCR. Ini perlu juga akses dana Amerika. Namun mengapa Rohingya tidak masuk dalam agenda mereka? Padahal ini masih terus berlangsung ketidakadilan politik internasional, terutama di wilayah ASEAN.


Terakhir, saya mengusulkan harus ada tim investigasi independen untuk meneliti di negara asal Rohingya itu, ada apa yang sesungguhnya terjadi. Setelah pembakaran rumah warga Rohingya, belum ada data yang lengkap: ada apa di sana yang sesungguhnya terjadi atas Rohingya di Myanmar yang tertutup itu? Ini perlu membutuhkan tanggungjawab Indonesia sebagai bangsa besar agar bisa bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan kemanusiaan ini. Saya kira itu, terima kasih atas perhatiannya. Wassalam.
 
 
 

DISKUSI PUBLIK #SAVEROHINGYA --  Jumat, 22 Mei 2015, Aula DPP PKB, Jl Raden Saleh, Jakarta. DPP PKB mengelar Diskusi Publik #SaveRohingya bertajuk  "Momentum Indonesia Menegakkan Kemanusiaan Global" di Kantor DPP PKB, Jakarta, 22/05/2015. Hadir sebagai narasumber, yaitu KH Masdar Farid Mas’udi (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Andi Rachmyanto (Kementerian Luar Negeri RI), H Syaiful Bahri Anshori (Komisi I DPR Fraksi PKB), dan H Nur Munir (moderator). Acara dibuka oleh H Andi Muawiyah Ramli (Dewan Syura DPP PKB).

 

[Kholilul Rohman Ahmad]

Sabtu, 23 Mei 2015

Masdar F Mas’udi: Rohingya tidak Bawa Dollar, Indonesia Punya Kemanusiaan



MASDAR F MAS'UDI, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama


 
JAKARTA, DPP PKB, -- Terima kasih atas undangan acara ini. Sebuah kehormatan bagi saya bisa hadir dalam forum kemanusiaan ini, forum untuk menyelamatkan sesama manusia yang sedang dirundung bencana, yakni pengungsi Rohingya.


Saya kira semua yang ada di majelis ini mempunyai pandangan dan (Insya Allah) komitmen yang sama di dalam menghadapi permasalahan yang mengemuka terkait pengungsi Rohingya ini, yakni kemanusiaan.


Sekiranya masyarakat Rohingya ini konglomerat saya kira akan disambut dengan karpet merah. Bukan hanya satu negara, bahkan banyak negara akan berebut menyajikan sambutan meriah untuk pengungsi Rohingya dan menawarkan kewarganegaraan.


Akan tetapi faktanya mereka bukan kumpulan orang berduit, bahkan bisa dikatakan bukan siapa siapa. Karena mereka seperti itu (tidak bawa apa-apa kecuali badan dan nyawa) maka diperlakuan sebagaimana kita lihat di media: keji dan sadis mampir ke mereka.


Ini persoalan ketidakadilan. Semua negara akan terbuka jika mereka memiliki dollar yang banyak. Tapi faktanya justru menutup pintu rapat rapat karena mereka tidak punya apa-apa.


Ini adalah fenomena ketidakadilan global yang sangat menghinakan kemanusiaan. Terlepas dari persoalan etnik, agama, politik, dan konflik di negaranya.


Sekali lagi, sesungguhnya mereka bukan siapa siapa dan tidak punya apa-apa sehingga memperoleh perlakuan begitu keji. Soal akibat konflik politik, beragama tertentu, dari negara tertentu, dari etnik tertentu, itu hanya bumbu pemanis berita.


Sehingga ketika ada negara kedatangan mereka, tentu akan dimaknai penambah beban. Sungguh fenomena ketidakadilan global yang melibatkan hampir semua negara sedang dipertontonkan kepada kita.


Lalu bagaimana sikap kita sebagai bangsa Indonesia?


Pertama, kita harus berani terbuka, membuka diri atas kehadiran mereka. Atasnama sesama manusia dan kemanusiaan. Sebagai manusia kita harus terbuka. Bahwa sesama manusia berhak menempati bumi ini.


Kita sebagai manusia modern harus menyadari tragedi Rohingya ini muncul karena adanya konsep negara-negara sehingga bumi ini dikapling. Dulu sebenarnya siapapun bebas mau tinggal dimana, mau membangun ekonomi dimana, dan sebaganya, saya kira waktu itu masih terbuka. Tentu karena waktu itu bumi masih luas, dalam arti belum banyak pengungsinya. Tapi sekarang bumi ini terasa makin sempit.


Yang kedua, Indonesia punya konstitusi yang bisa dimaknai bahwa kita tidak bisa menutup mata terhadap pengungsi Rohingya. Mereka adalah orang-orang yang tidak punya tempat tinggal karena diusir dari tempat tinggalnya.

 

Saya kira masyarakat internasional juga sedang bertanya-tanya, di mana penghargaan Nobel Perdamaian yang diterima oleh salah satu pejuang Myanmar itu, Aung Sangsu Kyi.


Dunia sedang bertanya, di mana hadiah Nobel itu?


Mengapa penerima Nobel itu hanya diam saja? Persoalannya karena mereka Rohingya hanya membawa kemanusiaan. Mereka tidak membawa dollar. Inilah ironi manusia modern. Kita sekarang sedang diuji dimensi kemanusiaan yang kita miliki.


Jangan-jangan kemanusiaan kita sekarang ini hanya kamuflase bagi materialisme yang sedang kita anut?


Lalu, kenyataan sekarang mereka Rohingya sudah masuk ke wilayah Indonesia. Berarti kita harus mengambil tanggungjawab sebagaimana mestinya, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang kita yakini.


Setidaknya, menampung sebagian dari mereka dalam batas tertentu. Ya, jangan semuanya kita yang menampung, dong. Itu tidak fair. Ini adalah tanggungjawab global.*

 

– Disampaikan oleh KH Masdar Farid Mas’udi (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dalam Diskusi Publik #SaveRohingya, “Momentum Indonesia Menegakkan Kemanusiaan Global” diselenggarakan di Kantor DPP PKB, Jakarta, 22/05/2015. Selain Masdar, hadir sebagai narasumber Andi Rochmanyanto (Kemenlu RI), Syaiful Bahri Anshori (Komisi I DPR Fraksi PKB), dan Nur Munir (moderator). Acara dibuka oleh Andi Muawiyah Ramli (Dewan Syura DPP PKB).   [kholilul rohman ahmad]

 
 
 
DISKUSI ROHINGYA DPP PKB. Dari kiri ke kanan: H nur Munir, KH Ghofur, H Syaiful BAhri Anshori, Andi Rachmyanto, Masdar Farid Mas'udi. [Foto: Alie Media DPP PKB]

Terimalah Pengungsi Rohingya dengan Enjoy dan Happy


 
MENYANYIKAN LAGU INDONESIA RAYA. Andi Muawiyah Ramli (berkacamata). foto: kholilul rohman ahmad

 

ANDI MUAWIYAH RAMLI:


Terima kasih atas kehadiran Bapak Ibu Saudara semua di Kantor DPP PKB ini. Kita hadir di sini tidak lain adalah karena didorong oleh rasa kemanusiaan terhadap para pengungsi Rohingya. Mereka adalah juga manusia sama dengan kita yang ada di sini.


Saya mewakili Ketua Umum DPP PKB, H A Muhaimin Iskandar, yang tidak bisa hadir dalam acara yang terhormat ini karena tidak bisa meninggalkan acara lain di Jakarta juga. Beliau memberikan kepercayaan kepada saya untuk memberikan kata sambutan atau keynote speaker dalam acara pembukaan diskusi ini. Bapak Ketua Umum titip salam untuk semua yang hadir di sini.


Kita melihat masalah pengungsi #Rohingya ini bukan semata-mata faktor masalah politik, juga bukan semata-mata warga Rohingya ini seiman dengan kita. Namun ini sejalur dengan tagline PKB, yakni "rahmatan lil 'alamin". Yang diterjemahkan sebagai kemanusiaan. Seperti kata Gus Dur, kemanusiaan itu lebih penting daripada politik.


Di sisi lain, dari faktor sejarahnya, mari Kita lihat sejarah Nabi Muhammad SAW itu juga pernah menjadi pengungsi. Waktu itu beliau mengungsi dari Makkah ke Madinah (Yatsrib). Beliau mengungsi karena terusir dari negerinya tempat kelahirannya.


Nah, bagaimana yang terjadi jika masyarakat Madinah waktu itu tidak menerima Nabi?


Maka dari itu, saya berpesan kepada masyarakat Aceh dan Sumatera Utara, terimalah warga Rohingya sama seperti saat masyarakat Madinah menerima Nabi Muhammad. Terimalah mereka dengan enjoy dan happy.


Sebab ini faktor kemanusiaan, sejalan dengan sila kedua Pancasila, yakni `Kemanusiaan yang Adil dan Beradab`. Langkah kita sebagai bangsa juga harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 kita, bahwa kemanusiaan harus kita tempat pada maqam yang tinggi.


Kami PKB memandang etnis Rohingya adalah saudara sesama manusia penduduk bumi. Apa yang terjadi konflik di Negara asalnya adalah urusan internal mereka. Yang patut kita lakukan di sini adalah membantu meringankan beban mereka.


Budaya kita Indonesia adalah cinta kemanusiaan, ini ajaran Gus Dur (mantan Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid). Tragedi yang menimpa etnis Rohingya bukan wacana politik. Ini soal kemanusiaan. Bagaimana kita harus bertindak, kita lihat di sana mereka tidak memakai baju. Kita harus peduli.


Kami atasnama PKB mengucapkan terima kasih kepada Menteri Luar Negeri Ibu Retno yang sudah bertindak. Terima kasih kepada UNHCR yang sudah tiba di sana (Aceh) untuk mengurusi pengungsi Rohingya. Ini persoalan kita bersama. Selamat berdiskusi. Mari kita buka bersama dengan membaca basmallah. Bismillahirrahmanirrahim. 

 

DISKUSI PUBLIK #SAVEROHINGYA --  Jumat, 22 Mei 2015, Aula DPP PKB, Jl Raden Saleh, Jakarta. DPP PKB mengelar Diskusi Publik #SaveRohingya bertajuk  "Momentum Indonesia Menegakkan Kemanusiaan Global" di Kantor DPP PKB, Jakarta, 22/05/2015. Hadir sebagai narasumber, yaitu KH Masdar Farid Mas’udi (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Andi Rachmyanto (Kementerian Luar Negeri RI), H Syaiful Bahri Anshori (Komisi I DPR Fraksi PKB), dan H Nur Munir (moderator). Acara dibuka oleh H Andi Muawiyah Ramli (Dewan Syura DPP PKB).

 
[Kholilul Rohman Ahmad]

 
 

Jumat, 22 Mei 2015

TKI Harus Dilindungi Sistem Komunikasi yang Nasionalis

TERTAWA MELIHAT FOTO RESES UNIK. Tiga anggota Fraksi PKB tertawa melihat foto unik dalam album foto reses pertama mereka, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta,  12/1/2015. Dari kiri ke kanan: M Nasim Khan, Bertu Melas, dan Syaiful Bahri Anshori. [foto: kholilul rohman ahmad]

Jakarta, NKI NEWS -- Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri adalah salah satu sumberdaya manusia Indonesia di luar negeri. Keberadaan mereka membutuhkan perlindungan yang dijamin maksimal oleh Negara. Oleh sebab itu, komunikasi TKI dengan kolega maupun keluarganya di Tanah Air harus menggunakan jalur yang dijamin kerahasiaannya.

Pandangan tersebut disampaikan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB, M Nasim Khan, saat ditemui di ruang kerjanya di Gedung DPR Nusantara I, Senayan, Jakarta (22/05). Nasim dimintai keterangan wartawan berkaitan program Nawacita Presiden Jokowi untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada TKI di luar negeri.

“TKI adalah masa depan Indonesia. Mereka ikut membangun Indonesia dari luar negeri. Kita wajib melindungi. Apa jadinya jika komunikasi mereka justru lewat operator negara asing? Di mana letak jaminan negara?,” katanya.

Rasa Aman & Nyaman
Dikatakan, penggunaan alat komunikasi produk dalam negeri dan dikelola oleh perusahaan milik negara akan lebih mampu memberikan rasa aman dan nyaman. Selain itu, perlindungan komunikasi itu juga dimaksudnya sebagai bentuk kehadiran Negara bagi TKI di luar negeri.

“Jika BUMN yang mengoperatori komunikasi TKI itu, menurut hemat saya akan lebih meningkatkan keamanan dan sekaligus bermakna pertahanan Negara. Kita sudah punya PT Telkom dan Telkomsel, ini harus dimanfaatkan maksimal,” lanjut Nasim. 

Menurut Nasim, dengan teknologi telekomunikasi milik BUMN, maka pemerintah juga melindungi hak dan keselamatan warga Negara Indonesia di luar negeri, dan memperkuat peran Indonesia dalam kerjasama global.

“Ini soal nasionalisme pertaruhannya. Saya berpesan, jangan sampai TKI di luar negeri justru dimanfaatkan oleh operator negara lain, yang bukan Indonesia,” kata Anggota DPR asal Dapil Jawa Timur III (Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi).

Nasim mengatakan, pemerintah berencana membangun sistem komunikasi TKI di luar negeri yang terintegrasi dengan pemerintah di Tanah Air. Tujuannya, agar pemerintah bisa melayani dan melindungi TKI secara maksimal sekaligus memberikan pembinaan dan pengarahan secara online tanpa intervensi negara lain. [kra | www nki news net]


KETERANGAN FOTO:  Tiga anggota Fraksi PKB tertawa melihat foto unik dalam album foto reses pertama mereka, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta,  12/1/2015. Dari kiri ke kanan: M Nasim Khan, Bertu Melas, dan Syaiful Bahri Anshori. [foto: kholilul rohman ahmad]

Ayo daftar Jadi Jutawan