Panji-Situbondo
– Anggota MPR Ir H M Nasim Khan melaksanakan sosialisasi Pancasila di Pendopo Balai
Desa Panji, Situbondo, (22/9) dalam suasana ramah, riang, dan syahdu bersama
masyarakat peserta Sosialisasi MPR Tokoh Masyarakat. Bang Nasim, demikian
panggilan akrabnya, berbicara tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila agar
menjadi teladan bagi kehidupan bermasyarakat.
Mereka yang
hadir terdiri dari berbagai elemen masyarakat dari seluruh kecamatan di
Situbondo, dalam rangka memasyarakatkan Pancasila di lingkungan masyarakat pada
umumnya. Anggota MPR Ir HM Nasim Khan bersama narasumber dari Paguyuban
Perangkat Desa Situbondo, menyampaikan materi nilai-nilai Pancasila dalam acara
Sosialisasi MPR di Situbondo.
Dalam kesempatan
itu, Bang Nasim juga menyampaikan pesan kepada para angggota Anggota paguyuban sebagai
upaya meningkatkan jangkauan Pancasila ke pelosok-pelosok desa di Situbondo.
Acara yang diselenggarakan kerjasama Fraksi PKB MPR-RI dan Institut NKI.
”Pertemuan
ini sebuah wadah ruang silaturrahim Pancasila kepada para warga masyarakat di
Situbondo,” kata Bang Nasim. Ia berharap kepada peserta semoga acara menjadi
ruang konsolidasi dan memasyarakatkan Pancasila di dapil Situbondo dan
sekitarnya.
"Salah
satu bentuk nilai-nilai Pancasila dan Aswaja adalah terwujudnya ulama NU
sebagai motor perjuangan kemerdekaan Indonesia hingga terbentuknya NKRI,"
ujarnya.
Pancasila
sebagai dasar negara Republik Indonesia merupakan pilar utama daripada tiga
pilar lainnya sehingga menjadi final eksistensinya serta tidak perlu
diperdebatkan lagi.
“Pancasila
bagi NU sudah final. Harga Mati. Sudah tidak ada persoalan. Persoalannya
bagaimana kita melakukan aktualisasi dan kontekstualisasi nilai-nilai Pancasila
menurut keadaan zamannya,” katanya.
Menurutnya,
di jaman Orde Baru ada Eka Prasetya Panca Karsa atau P4 yang dianggap
terjemahan tunggal oleh pemerintah yang bersifat mutlak alias tidak bisa
dibantah. Katanya, rezim Orba tidak memperbolehkan muncul terjemahan Pancasila
dari masyarakat.
“Nah, masa
sekarang tafsir tunggal itu dihilangkan. Tapi tentu namanya menerjemahkan tidak
boleh keluar dari teks Pancasila itu,” katanya.
Sementara
itu, saat menjelaskan materi Bhinneka Tungga Ika, ia menyatakan bahwa
pluralisme atau warna-warni keyakinan yang ikut membentuk negara Indonesia
harus dihayati oleh semua masyarakat. Sebab Indonesia dibentuk oleh banyak suku
agama dan golongan, bukan oleh sekelompok tertentu saja.
Berpesan agar
warga negara jangan hanya menjadi penonton di depan kebijakan publik yang hanya
dikuasai orang lain. Jangan sampai para kiai hanya menonton saja, lalu saat ada
kerusakan diminta ikut memperbaiki. Saat bagus dan lurus disuruh kembali ke
pesantren.
Ia
menyatakan, kiai harus ikut ambil bagian menentukan kebijakan publik, maka dari
itu warga pancasila harus menang lalu menempatkan wakilnya di parlemen. Sebab menentukan
kebijakan publik untuk mengajak berbuat kebajikan termasuk ibadah.
“Ini juga sejalan sebagai ibadah dengan para
ulama dan masyayikh yang mengajar di pesantren, yakni sama-sama beribadah dan
Pancasila,” katanya.
Bang Nasim
berpesan bahwa para perangkat desa adalah bagian dari tokoh masyarakat yg
mempunyai hak dan tanggungjawab bersama untuk memasyarakatkan Pancasila kepada
masyarakat. Bahwa nilai-nilai Pancasila dan empat pilar berbangsa dan bernegara
adalah satu kesatuan dalam membangun bangsa Indonesia yg damai dan toleran
terdiri dari berbagai suku bangsa di dalamnya.
“Ayo kita
bangun Situbondo dengan bersholawat dan berpancasila,” pesan Bang Nasim.
(kra)