Rabu, 21 Oktober 2015

Fraksi PKB: RUU Perlindungan Nelayan Prioritas Prolegnas 2016


"Nasib Nelayan di Tengah Poros Maritim Dunia", Diskusi Publik Fraksi PKB DPR, dibuka oleh Sekretaris Fraksi PKB H Jazilul Fawaid. Dihadiri Daniel Johan (Dapil Kalbar) dan Ibnu Multazam (Dapil Jawa Timur). Foto: Usep Saeful Kamal  


Dalam Nawa Cita Pemerintahan Jokowi-JK bertekad menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Visi ini tentu patut diapresiasi, karena sebagai negara kepulauan dengan wilayah perairan yang luas, potensi sumber daya alam yang besar dan letaknya yang strategis (berada di persilangan dua samudera, Hindia dan Pasifik), memang sudah seharusnya Indonesia menjadi poros maritim dunia. 

Sebagai negara yang memiliki lebih dari 17 ribu pulau, Indonesia harus menyadari dan melihat dirinya sebagai bangsa yang identitas, kemakmuran dan masa depannya sangat ditentukan oleh bagaimana kita mengelola samudera. Sebagai negara maritim yang memiliki luas lautan yang mencapai 3,25 juta KM persegi atau 63 % dari wilayah Indonesia, saatnya sektor perikanan menjadi urat nadi kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakatnya. 

Visi poros maritim dunia maupun target kedaulatan pangan yang berbasis pada sumber daya kelautan seharusnya berbanding lurus dengan kesejahteraan pelakunya yaitu nelayan. Hal ini karena salah satu pilar poros maritim adalah komitmen menjaga dan mengelola sumber daya laut dengan fokus membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industri perikanan dengan menempatkan nelayan sebagai pilar utama. Dalam konteks ini nelayan sebagai pelaku penting ekonomi kelautan tidak boleh dikesampingkan, sebaliknya justru harus menjadi subyek penting yang harus berdaya. 

Kita harus bergembira karena peningkatan produksi perikanan terus digulirkan pemerintah. Dari tahun ke tahun, target produksi perikanan terus meningkat. Tahun ini, produksi perikanan ditargetkan 24,82 juta ton. Sedangkan tahun 2016, target produksi perikanan mencapai 25,91 juta ton. 

Demikian juga target konsumsi ikan juga terus meningkat seiring pertumbuhan populasi dan kebutuhan pangan. Tahun ini, konsumsi ikan nasional ditargetkan 40 kg per kapita, sedangkan tahun 2016 ditargetkan 43,88 kg per kapita. Tahun 2019 pemerintah menargetkan konsumsi ikan nasional mencapai 50 kg per kapita.

Namun sayang, peningkatan target produksi dan konsumsi ikan tersebut, belum sejalan dengan peningkatan kesejahteraan nelayan. RPJM 2015-2016 juga masih terjebak pada pola pikir peningkatan produksi semata, namun mengabaikan nasib produsennya. Ukuran keberhasilan pangan selama ini hanya aspek produktifitas, sementara pelaku utama kedaulatan pangan yakni petani dan nelayan, justru menyumbang angka kemiskinan terbesar. 

Sekitar 98,7 persen dari total nelayan Indonesia yang berjumlah 2,7 juta orang merupakan nelayan kecil. Kapal nelayan Indonesia didominasi ukuran di bawah 30 GT. Adapun kapan ikan besar di atas 30 GT hanya 5.329 unit. Itu artinya, sebagian besar nelayan Indonesia adalah nelayan kecil yang masih didera oleh kemiskinan dan ketertinggalan. Di sinilah negara harus hadir untuk melindungi dan memberdayakan nelayan, pembudidaya ikan dan petambak garam sebagai pelaku utama ekonomi kelautan. 

Untuk itu kehadiran Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam menjadi sangat urgen dan strategis. Pembentukan regulasi ini diharapkan akan menjadi langkah transformasi yang penting bagi peningkatan kesejahteraan nelayan sebagai salah satu pilar dan prasyarat mutlak untuk mewujudkan mimpi tentang poros maritim dunia. 

Pemberdayaan dan perlindungan nelayan dan pelaku utama lain di sektor kelautan juga merupakan faktor penting untuk mewujudkan kedaulatan pangan, yang tak sekadar berporos pada pemenuhan pangan semesta negeri, tetapi juga menyejahterakan pelakunya.

Berangkat dari latar belakang itulah Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa DPR RI memandang RUU tersebut harus segera dibahas dan disahkan. Untuk menyempurkan RUU tersebut diperlukan kajian yang matang dan mendalam tentang berbagai persoalan yang melingkupi dunia nelayan dan masalah-masalah di sektor perikanan dan kelautan kita. 

Untuk itu diperlukan keterlibatan masyarakat luas terutama stakeholders kelautan dan perikanan, untuk memberi masukan dan perspektif guna menyempurnakan RUU tersebut. Hal ini agar pembentukan regulasi tentang pemberdayaan dan perlindungan nelayan, pembudidaya ikan, dan petambak garam ini mampu menjawab berbagai perkembangan dan kebutuhan masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kelautan dan perikanan yang adil dan menyejahterakan.

Sebagai partai yang konsen terhadap kaum marginal, PKB sangat peduli terhadap pemberdayaan nelayan dan pelaku kecil lain di sektor kelautan dan perikanan. Untuk itulah FPKB telah turut menginisiasi pembentukan RUU Nelayan tersebut dan mendorong ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2016. 

Bagi FPKB, RUU ini akan menjadi salah satu instrumen penting untuk mewujudkan visi poros maritim dunia dan mewujudkan kedaulatan pangan berbasis potensi kelautan dan perikanan yang adil dan berpihak pada rakyat kecil. Berangkat dari dasar pemikiran itulah FPKB menyelenggarakan diskusi dan bedah RUU tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.

Diskusi Publik. NASIB NELAYAN DI TENGAH POROS MARITIM DUNIA
"Membedah RUU Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam" di Ruang Fraksi PKB Lantai 18 Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, 21 Oktober 2015. 

--kra


Jumat, 16 Oktober 2015

Nasim Khan: Ekonomi Indonesia Mau ke "Kiri" atau "Kanan", harus Pancasilais!

EKONOMI KE "KIRI" ATAU "KANAN" -- Anggota MPR Ir M Nasim Khan (memegang mic) menyampaikan kata sambutan dan membuka secara resmi acara Seminar Anggota MPR di Situbondo, 26 September 2015. Nasim menyampaikan materi bertajuk “Penataan Sistem Perekonomian Nasional Berbasis Demokrasi Pancasila di Situbondo”. (foto: zabidi ma)


LaskarJagad -- Gencarnya pengaruh globalisasi membawa dampak dan konsekuensi yang harus ditanggung dalam kehidupan masyarakat, tidak terkecuali bidang ekonomi. Apalagi bidang ekonomi terkena imbas paling cepat.

"Kita Indonesia sebagai bangsa besar tidak boleh terbawa arus begitu saja. Harus mandiri dan kritis," kata Anggota MPR Ir M Nasim Khan dalam acara Seminar Anggota MPR di Situbondo, 26/9/2015.

Dikatakan, sikap kita sebagai bangsa harus selalu waspada terhadap apapun yang berbau baru, modern, dan kontemporer. Bukan berarti kita sebagai bangsa harus menolak, namun lanjut Nasim, kita punya dasar Pancasila sebagai patokan berbangsa dan bernegara.

"Pancasila sudah memberikan ruang yang luas sebagai bangsa. Ekonomi kita mau ke kanan atau ke kiri, boleh saja. Yang penting berbasis Pancasila," ucap Anggota MPR asal Dapil Jawa Timur III (Banyuwangi, Situbondo, Bondowoso) ini. Seminar ini mengambil tema “Penataan Sistem Perekonomian Nasional Berbasis Demokrasi Pancasila di Situbondo”

Lanjutnya, saat kita berbicara ekonomi, tidak bisa mengesampingkan paham ideologi yang radikal dan kekerasan yang memnuntut kita waspada. Sehingga kalau tidak disikapi secara hati-hati, akan terbawa dalam pusaran arus global yang kian menyesatkan.

"Akhir-akhir ini, banyak muncul faham atau ideologi transnasional baik yang beraliran liberal ataupun radikal. Tentu ini akan berdampak pula pada kehidupan masyarakat pesantren dan kalangan santri di Indonesia. Termasuk ekonominya," ujarnya di forum seminar dihadiri para tokoh masyarakat, perangkat desa, dan alim ulama itu.

Di luar konteks ekonomi yang menjadi tema Seminar, Nasim menjelaskan tujuan dan fungsi kegiatan ini. Katanya, kegiatan MPR ini dimaksudkan untuk memperluas pemahaman masyarakat terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Diharapkan melalui program ini, pemahaman dan penghayatan nilai-nilai Pancasila bisa menjadi perilaku keseharian masyarakat di Indonesia.

Selain itu, lanjut Nasim, kegiatan ini diharapkan memunculkan pembelajaran politik yang berorientasi pada nilai-nilai demokratisasi yang berlandaskan pada Pancasila dan UUD 1945 dalam kehidupan sehari-hari. Baik bidang sosial, politik, kebudayaan, maupun ekonomi. 

"Kegiatan Seminar ini diharapkan bisa mempercepat proses demokratisasi di lingkungan masyarakat. Bukan hanya wacana, namun juga aplikasinya," pungkas Wakil Sekretaris Fraksi PKB MPR ini. (kra)

Selasa, 06 Oktober 2015

Nasim Khan dan Pendidikan Pancasila untuk Anak-Anak

DEKAT BERSAMA ANAK-ANAK -- Anggota Fraksi PKB MPR, Ir M Nasim Khan, bersama anak-anak santri pondok pesantren, Banyuanyar, Situbondo, Jawa Timur, 19/09/2015.

Situbondo, Laskar Jagad News -- Pengenalan tentang Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia memang penting dilakukan sejak dini. Menyadari hal ini, Anggota MPR Dapil Jawa Timur III (Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi), Ir M Nasim Khan, mengajak para guru di sekolah untuk terus mengenalkan Pancasila kepada anak-anak di sekolah.

Menurutnya, Pancasila adalah dasar Negara Indonesia tetapi masih banyak warga negara masyarakat yang belum menerapkan dasar negara kita ini secara baik dari kalangan bawah hingga kalangan tinggi. Maka dari itu, salah satu langkahnya adalah dengan memasyarakatkan Pancasila di kalangan anak-anak.

"Cara paling klasik adalah upacara bendera di sekolah. Karena di situ ada pembacaan teks Pancasila," kata Nasim di Banyuanyar, Situbondo, Jawa Timur, 19 September 2015.

Menurut Nasim, pendidikan pengenalan nilai-nilai Pancasila pada anak usia dini harus dilakukan melalui pembelajaran yang menyenangkan. Ini menjadi salah satu upaya negara mengenalkan nilai-nilai Pancasila kepada anak-anak.

"Karenanya mendorong agar guru-guru di sekolah memberikan pemahaman terkait pentingnya pengamalan nilai-nilai Pancasila pada anak-anak sekolah," katanya.

Nasim menuturkan, program pengenalan dan pemahaman Pancasila bagi pendidik terus ditingkatkan oleh MPR. Karena dewasa ini di era modernisasi 'cyber' tantangan memperkuat Pancasila semakin ketat bagi guru.

"Kita tidak bisa hanya prihatin karena derasnya arus informasi 'cyber' yang bisa melemahkan Pancasila. Harus ditangkal sejak generasi terbawah, yakni anak-anak. Sebagai upaya pengenalan sejak dini pemahaman nilai-nilai Pancasila," kata Wakil Sekretaris FPKB MPR itu di depan guru, ustadz, dan pejabat setempat.

Dikatakan, salah satu cara efektif mendidik anak bermoral dan berkarakter adalah melalui cerita atau dongeng. Dengan bercerita para guru bisa secara mudah menanamkan nilai-nilai Pancasila.

"Kalau mengajarkan ke anak-anak ya banyak dongeng. Jangan banyak teori. Memori anak usia dini paling mudah merekam dongeng yang nyaman bagi mereka," pungkas Nasim.

Sosialisasi MPR di Daerah Pemilihan merupakan program terobosan untuk memasyarakatkan Pancasila, UUD NRI 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (disingkat PBNU). Program ini dilaksanakan agar PBNU bisa dipahami semua warga negara lintas profesi dan strata sosial. Program MPR ini dilaksanakan berdasarkan amanat undang-undang. -kra

Ayo daftar Jadi Jutawan