MASDAR F MAS'UDI, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama |
JAKARTA, DPP PKB, -- Terima kasih
atas undangan acara ini. Sebuah kehormatan bagi saya bisa hadir dalam forum
kemanusiaan ini, forum untuk menyelamatkan sesama manusia yang sedang dirundung
bencana, yakni pengungsi Rohingya.
Saya kira semua yang ada di majelis
ini mempunyai pandangan dan (Insya Allah) komitmen yang sama di dalam
menghadapi permasalahan yang mengemuka terkait pengungsi Rohingya ini, yakni
kemanusiaan.
Sekiranya masyarakat Rohingya ini
konglomerat saya kira akan disambut dengan karpet merah. Bukan hanya satu
negara, bahkan banyak negara akan berebut menyajikan sambutan meriah untuk
pengungsi Rohingya dan menawarkan kewarganegaraan.
Akan tetapi faktanya mereka bukan
kumpulan orang berduit, bahkan bisa dikatakan bukan siapa siapa. Karena mereka
seperti itu (tidak bawa apa-apa kecuali badan dan nyawa) maka diperlakuan
sebagaimana kita lihat di media: keji dan sadis mampir ke mereka.
Ini persoalan ketidakadilan. Semua
negara akan terbuka jika mereka memiliki dollar yang banyak. Tapi faktanya
justru menutup pintu rapat rapat karena mereka tidak punya apa-apa.
Ini adalah fenomena ketidakadilan
global yang sangat menghinakan kemanusiaan. Terlepas dari persoalan etnik,
agama, politik, dan konflik di negaranya.
Sekali lagi, sesungguhnya mereka bukan
siapa siapa dan tidak punya apa-apa sehingga memperoleh perlakuan begitu keji.
Soal akibat konflik politik, beragama tertentu, dari negara tertentu, dari
etnik tertentu, itu hanya bumbu pemanis berita.
Sehingga ketika ada negara kedatangan
mereka, tentu akan dimaknai penambah beban. Sungguh fenomena ketidakadilan
global yang melibatkan hampir semua negara sedang dipertontonkan kepada kita.
Lalu bagaimana sikap kita sebagai
bangsa Indonesia?
Pertama, kita harus berani terbuka,
membuka diri atas kehadiran mereka. Atasnama sesama manusia dan kemanusiaan.
Sebagai manusia kita harus terbuka. Bahwa sesama manusia berhak menempati bumi
ini.
Kita sebagai manusia modern harus
menyadari tragedi Rohingya ini muncul karena adanya konsep negara-negara
sehingga bumi ini dikapling. Dulu sebenarnya siapapun bebas mau tinggal dimana,
mau membangun ekonomi dimana, dan sebaganya, saya kira waktu itu masih terbuka.
Tentu karena waktu itu bumi masih luas, dalam arti belum banyak pengungsinya.
Tapi sekarang bumi ini terasa makin sempit.
Yang kedua, Indonesia punya konstitusi
yang bisa dimaknai bahwa kita tidak bisa menutup mata terhadap pengungsi
Rohingya. Mereka adalah orang-orang yang tidak punya tempat tinggal karena
diusir dari tempat tinggalnya.
Saya kira masyarakat internasional
juga sedang bertanya-tanya, di mana penghargaan Nobel Perdamaian yang diterima
oleh salah satu pejuang Myanmar itu, Aung Sangsu Kyi.
Dunia sedang bertanya, di mana hadiah
Nobel itu?
Mengapa penerima Nobel itu hanya diam
saja? Persoalannya karena mereka Rohingya hanya membawa kemanusiaan. Mereka
tidak membawa dollar. Inilah ironi manusia modern. Kita sekarang sedang diuji
dimensi kemanusiaan yang kita miliki.
Jangan-jangan kemanusiaan kita
sekarang ini hanya kamuflase bagi materialisme yang sedang kita anut?
Lalu, kenyataan sekarang mereka
Rohingya sudah masuk ke wilayah Indonesia. Berarti kita harus mengambil
tanggungjawab sebagaimana mestinya, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar
kemanusiaan yang kita yakini.
Setidaknya, menampung sebagian dari
mereka dalam batas tertentu. Ya, jangan semuanya kita yang menampung, dong. Itu
tidak fair. Ini adalah tanggungjawab global.*
– Disampaikan oleh KH Masdar Farid Mas’udi (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dalam
Diskusi Publik #SaveRohingya, “Momentum Indonesia Menegakkan Kemanusiaan
Global” diselenggarakan di Kantor DPP PKB, Jakarta, 22/05/2015. Selain Masdar,
hadir sebagai narasumber Andi Rochmanyanto (Kemenlu RI), Syaiful Bahri Anshori
(Komisi I DPR Fraksi PKB), dan Nur Munir (moderator). Acara dibuka oleh Andi
Muawiyah Ramli (Dewan Syura DPP PKB). [kholilul rohman ahmad]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar