Sabtu, 19 November 2016

NU, Dasar Negara, dan Azas Pancasila dalam Pandangan Achmad Siddiq (2)


~NU-Negara Nasional dan Formulasi KH. Achmad Siddiq

Oleh: Nur Kholik Ridwan (Anggota PP RMI NU dan alumnus PP. Darunnajah Banyuwangi )

Menurut para founding fathers NU, Islam yang diperjuangkan fiddin waddunya wal akhirah dinamakan Islam Ahlussunnah Waljamaah, yang mengakui empat madzhab fiqh yang berkembang (Maliki, Hanafi, Syafii dan Hanbali), bertasawuf menurut tradisi Imam Junaid, Imam al-Ghazali dan imam-imam lain di lingkungan Ahlussunnah Waljama'ah, dan beri’tiqad mengikuti jalan Imam Abu Hasan al-Asy'ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi, sebagaimana tercantum dalam Anggaran Dasar NU dalam berbagai periode tahun. Oleh generasi berikutnya, hal ini kemudian disebut Ahlussunnah Waljama'ah an-Nahdliyah, Ahlussunnah Waljama'ah yang berlaku di lingkungan NU, yang berpijak dalam konteks masyarakat Indonesia dan Nusantara.

Islam yang demikian, oleh KH Achmad Siddiq kemudian diformulasi dengan nama Islam rahmatan lil `alamin, jauh sebelum Gus Dur mengemukakan istilah-istilah Islam rahmatan lil `alamin dalam tulisan-tulisannya.

KH Achmad Shidiq mengatakan: “Nahdlatul Ulama didirikan untuk meningkatkan mutu pribadi-pribadi muslim yang mampu menyesuaikan hidup dan kehidupannya dengan ajaran agama Islam, serta mengembangkan-nya sehingga terwujudlah peranan agama Islam dan para pemeluknya sebagai rahmat bagi seluruh alam” (KH. Achmad Siddiq, Khittah Nahdliyyah, hlm. 12). Rais Am PBNU tahun 1984-1991 itu, juga menegaskan bahwa ciri-ciri diniyah Nahdlatul Ulama itu tercermin pada beberapa hal, di antaranya: “Bercita-cita keagamaan, yaitu izzul Islam walmuslimin menuju rahmatan lil`alamin (hlm. 15).

Islam rahmatan lil`alamin itu, penamaannya mengambil dari banyak ayat Al-Qur’an yang menyebutkan di antaranya wama arsalnaka illa rahmatan lil`alamin (QS. Al-Anbiya ayat 107).

Dalam ayat ini, terdapat beberapa riwayat yang menyebut Nabi sebagai rahmat yang membentang dan rahmat untuk sekalian alam. Di antara beberapa riwayat itu disebutkan dalam Tafsir Durrul Mantsur fi Tafsir al- Ma’tsur, yaitu riwayat Imam Muslim dari Abu Hurairah berkata: “Dikatakan kepada Rasulullah: ud`u `alal musyrikin. Nabi ber sabda: “inni lam ub`ats la’anan, wainnama buitstu rahmatan”; hadits lain dikeluarkan al- Baihaqi dalam ad- Dala’ il dari Abu Hurairah dengan kata: “innama ana rahmatun mahdatun”; ada juga hadis dari Ibnu Hamid dari Ikrimah berkata: “Dikatakan kepada Nabi Muhammad: “Ya Rasulallah ala tal`anu quraisyan bima atau ilaika.” Nabi bersabda: “Lam ub`ats la`anan, innama buitstu rahmatan”; dan juga diriwayatkan oleh Imam ath-Thayalisy, Ahmad, Thabrani, dan Abu Nuaim dalam ad-Dala’ il, dari Abu Umamah berkata: “Berkata Rasulullah Saw.: “Innallaha ba`atsani rahmatan lil `alamin wa hudan lilmuttaqin” (Jalaluddin as-Suyuthi, Durrul Man tsur fi Tafsir al-Ma’tsur, Jilid X, hlm. 405-406).

Menyimak dari hadits-hadits Nabi itu, ketika diminta melaknat dan mencaci orang-orang Quraisy, justru Nabi Muhammad menimpali: “Saya tidak diutus sebagai caci maki (tidak untuk mencaci maki), tetapi sesungguhnya aku diutus sebagai rahmat (untuk menebarkan kasih sayang).” Islam yang diajarkan itu adalah Islam yang mengedepankan akhlak mulia, bukan hanya pada dimensi apa yang diperjuangkan di mana Islam itu memang mulia, tetapi juga cara-cara memperjuangkan pun dengan akhlak yang mulia.

Oleh KH. Achmad Siddiq watak dan ciri-ciri Islam rahamatan lil`alamin itu, disebutkan oleh Al-Qur’an sendiri yang kemudian disimpulkan dengan tiga hal penting: at- tawasuth (QS. Al-Baqarah   ayat 143), al-i’tidal (al-Ma’idah ayat 9), dan at-tawazun (QS. Al-Hadid ayat 25). Di dalam Khittah NU kemudian ditambah lebih lengkap dengan at- tasamuh, dan amar ma’ruf nahi munkar, yang sebelumnya dilengkapi juga dengan Mabadi ’ Khaira Ummah (MKU) yang digagas KH. Mahfudz Siddiq, yaitu ash-shidqu, al-amanah wa al-wafa bil `ahdi, dan at-ta`awun (disetujui Muktamar NU tahun 1937), yang ditambah pada Muktamar NU tahun 1992 di Lampung dengan dua hal penting, yaitu al-`adalah dan al-istiqamah.

Bentuk dari implementasi sikap at-tawasuth di dalam masa lah kenegaraan, menurut KH. Achmad Siddiq, tercermin dari sikap dan pandangan Nahdlatul Ulama yang melihat bahwa: (1) Negara nasional yang didiri kan bersama oleh seluruh nasion/ rakyat wajib dijaga dan dipelihara eksistensinya; (2) Penguasa Negara yang syah harus ditempatkan pada kedudukan     terhormat dan ditaati, selama tidak menyeleweng, atau memerintah ke arah yang tidak bertentangan dengan hukum Alloh; (3) Kalau terjadi kesalahan dari pihak pemerintah, cara memperingatkannya melalui tatacara yang sebaik-baiknya (KH. Achmad Siddiq, Khittah Nahdliyyah, hlm. 66).
Meski begitu haruslah disadari bahwa peran NU dalam merumuskan dasar negara dan pandangannya dalam bentuk kenegaraan, mengalami proses panjang, baik di dalam adu argumentasi ataupun dalam sejarah politiknya, termasuk dalam riak-riak kecil dan besarnya di tengah gejolak Geosospolek bangsa Indonesia. Dari sudut ini bisa dilihat dari peran NU dalam merumuskan pandangan kenegaraan sebelum Republik Indonesia berdiri, pada masa pendirian bangsa zaman BPUPKI-PPKI, setelah itu dalam perdebatan tahun 1955 di sidang Konstituante, penerimaan Pancasila dan UUD 1945 di dalam Dekrit Presiden Soekarno, dan kemudian sampai pada perumusan dalam soal Pancasila dan azaz Pancasila di Munas Alim Ulama tahun 1983 dan Muktamar NU tahun 1984 di Situbondo.

Dari sejumlah peristiwa sejarah itulah, kemudian para kyai NU memberikan argumentasi dan formulasi argumentatifnya, agar bisa dimengerti generasi-generasi baru, seperti yang dilakukan KH. Achmad Siddiq, KH. Muchit Muzadi, KH. Abdurrahman Wahid, KH. Masdar Farid Mas`udi, dan banyak tokoh lain. Wallahu a’lam. [Nur Khalik Ridwan]

~~ bersambung dalam judul “Indonesia sebagai Daerah Islam/Wilayah Islam (1936)”.

~~ pemesanan kaos #saveNKRI melalui WA +6289634315159. Tulis ukuran (M / L / XL / XXL), warna, dan nama+alamatnya untuk pengiriman via PT Pos.

Jumat, 18 November 2016

Pilkada DKI, Agus-Silvy akan Geser Ahok


Bertubi tubi nya artikel pendek dan panjang yang bergentayangan di group WhatsApp terhadap isu Al Maidah 51 (cc Ahok), mungkin bisa dimasukkan, sebagai fenomena unggulan pada tahun 2016 ini. Betapa ucapan "pakai" dari mulut Ahok mengundang puluhan isu ikutan yg bersandar pada "keikhlasan"-nya. Saya mendapati setiap hari sepanjang bulan November ini tidak pernah absen orang meng-share artikel menuding/mendukung Ahok dengan berbagai variasinya.
Apapun bumbu yg dihidangkan ke sidang pembaca group WA, bahan bakunya adalah Ahok. Nyaris isu Ahok trending topik di sosmed tersaingi oleh isu "lebaran kuda" namun tidak lama lagi tenggelam, tidak mencapai 24 jam. Sekilas karakter tokoh Ahok agak berat dikejar.
Sebagai pendukung Agus AHY saya merasa terplintir-plintir mengikuti berbagai kejutan massal pada garis lurusnya isu Ahok. Pidatonya AHY beberapa saat yg lalu cukup menggembirakan utk bisa mengimbangi bom-bom dor-nya isu Ahok.
Sehingga, pidato AHY masih butuh support massal dari pemantik pemantik nya. Pada karakter AHY sdh ada modal utk mengejar Ahok. Butuh sentuhan alamiah lagi sebelum hari H pencoblosan.
Bahasa tubuh AHY sudah masuk sebagai tokoh baru utk menggusur Ahok dg kesantunan dan keramahan sebagai jawaban atas kegelisahan sebagian orang agar segera berganti pemimpin DKI yg "lebih berakhlaqul Karimah". Pada titik ini saya optimis isu Ahok mudah digeser oleh AHY dalam waktu tidak sampai pencoblosan.
Demikian. Salam SATU bahagia. @kholilpayaman
Keterangan foto: Agus Yudhoyono di depan Graha Gus Dur (5/10/2016)

Minggu, 06 November 2016

Nasim Khan Kawal Pelatihan Bengkel di Bondowoso

Bondowoso, laskarjagad.net,- Anggota DPR MPR RI M Nasim Khan menghadiri pelatihan perbengkelan di Ijen view hotel, Bondowoso, 7/11. Acara yang selenggarakan Kementerian Perindustrian dan Dinas Koperasi, Perdagangan, dan Perindustrian Bondowoso ini diikuti oleh puluhan pemuda angkatan kerja asal kecamatan Botolinggo, Kabupaten Bondowoso.

Menurut Nasim Khan, program Kemenperin yang dilaksanakan ini langsung ditujukan ke masyarakat karena bernilai penting bagi pertumbuhan ekonomi rakyat.

"Mereka ini yang menjadi ujung tombak ekonomi rakyat. Sudah pada maqam-nya pemerintah membekali dengan ketrampilan tepat guna," katanya.

Menurut Nasim, wakil rakyat di Senayan sudah mengusulkan agar pemerintah selalu menganggarkan program untuk kegiatan yg lebih riil di masyarakat. 

"Ilmu perbengkelan lebih pas seiring makin banyak mesin di masyarakat. Baik mesin motor maupun mesin pertanian," imbuhnya.

Riefky Yuswandi, Kasubdit Program pengembangan IKM kima sandang aneka dan kerajinan, Kementerian Perindustrian, menjelaskan, program ini bisa berjalan karena dukungan pak Nasim Khan di DPR.

"Kami berharap program ini bisa berjalan tiap tahun di Bondowoso," katanya.

Acara tersebut juga dihadiri pejabat dinas perindustrian dan perdagangan kabupaten Situbondo. Di dalamnya dilaksanakan realisasi serah terima alat pengembangan industri sandang kepada kelompok masyarakat Raudlatul Adawiyah, Besuki, Bondowoso.

KRA



Ayo daftar Jadi Jutawan