Minggu, 24 Mei 2015

Nasim Khan PKB: Tindakan Kriminal, Usut Tuntas Pengedar Beras Plastik


 

Jakarta, NKI NEWS, - Belakangan ini banyak beras plastik beredar di pasaran sehingga meresahkan masyarakat. Padahal beras plastik sangat berbahaya bagi kesehatan orang yang mengkonsumsinya. Oleh sebab itu, pemerintah harus segera mengusut tuntas pelaku yang mengedarkannya karena termasuk tindakan kriminal.

“Pemerintah, dalam hal ini polisi dan Kementerian Perdagangan harus mengusut tuntas siapa pelakunya. Tangkap itu pelakunya. Ini kriminal,” ujar anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB, anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB, di Jakarta (24/05).

Menurut Nasim,  hasil penelitian beras yang mengandung unsur plastik sudah dilakukan. Jika pemerintah tidak segera mengusut tuntas dikuatirkan peredarannya semakin meluas.

“Pemerintah harus segera bertindak. Paling tidak, agar tidak beredar luas. Kasihan rakyat,” katanya.

Nasim mensinyalir, si pengedar beras plastik mempunyai kepentingan tertentu di luar ekonomi. Sebab dibanding harga beras yang asli, justru beras plastik lebih mahal.

“Secara logika ini tidak masuk akal. Tapi mengapa ada orang mengedarkan? Kemungkinan ini ada unsur provokasinya. Tapi masyarakat harus tetap tenang. Percayakan kepada pemerintah untuk mengusutnya,” tuturnya.

Dikatakan, sekarang ini mendekati masa puasa dan hari raya Idul Fitri kemungkinan juga pebisnis beras plastik bermaksud merusak pasar. Targetnya agar beras miliknya yang laku di pasaran.

Oleh karena itu, kata Nasim, Fraksi PKB mendorong DPR RI membentuk Pansus Beras Plastik. Karena hal ini membutuhkan penanganan beberapa pihak secara komprehensif. Yakni perlu melibatkan Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kepolisian/POLRI, dan Kementerian Kesehatan.

“Kami berharap menjelang puasa dan lebaran ini tidak ada lagi beras plastik di pasaran. Agar masyarakat tenang dan nyaman beribadah,” tutur Nasim di Kantor DPP PKB, Jakarta, Minggu (24/5). [KRA, NKI News]



KETERANGAN FOTO: PKB Dorong DPR Bentuk Pansus Beras Plastik. Di Kantor DPP PKB Jalan Raden Saleh, Jakarta, sejumlah politisi PKB berkumpul mendesak agar DPR segera membentuk Pansus Beras Plastik. Dari kiri ke kanan: M Nasim Khan, Neng Eem Markhamah, Daniel Johan, Helmy Faisal Zaini, Rohani, dan Acep Adang Ruchiyat. [foto: kholilul rohman ahmad]



Indonesia Harus Jadi Pelopor Mengatasi Pengungsi Rohingya


DISKUSI #SAVEROHINGYA DPP PKB. H Syaiful Bahri Anshori (Fraksi PKB Komisi I DPR) dan Andi Rochmyanto (Kemenlu RI). Foto: Alie Media DPP PKB
 

SYAIFUL BAHRI ANSHORI:


Persoalan Rohingya ini adalah persoalan kemanusiaan berupa tragedi. Ya tragedi kemanusiaan. Mereka berjumlah ribuan orang tidak punya tanah air, tidak punya negara, tidak punya tempat tinggal, terapung di tengah laut dengan peralatan seadanya.


Sehingga ini jadi tanggungjawab kita bersama. Jika tidak ditangani bersama-sama, saya yakin mereka akan jadi mangsa ikan di laut karena jadi mangsa ikan. Saya kira ini adalah tragedi yang sangat besar, sekitar 200 ribu orang mereka tidak punya negara.


Sebagai Anggota Komisi I DPR, saya sering mengusulkan kepada pemerintah agar segera menangani pengungsi Rohingya ini. Persoalan ini sudah lama muncul. Namun sayangnya kita belum meratifikasi konvensi itu. Termasuk mengapa pemerintah sering mengeluhkan soal dana kemanusiaan untuk pengungsi, saya kira karena kita belum meratifikasi.


Saya sering mengusulkan kepada pemerintah agar persoalan pengungsi jangan jadi persoalan rumit. Memang salah satunya karena kita belum meratifikasi Konvensi PBB tentang pengungsi. meskipun begitu, karena ini menyangkut kemanusiaan, saya kira pemerintah hatus banyak akal, apalagi pemerintah juga punya banyak mitra utk bisa membantu mengatasinya. Bila perlu harus melibatkan pihak ketiga, ya lakukanlah sepanjang bisa mengatasi sisi kemanusiaannya.


Misalnya, kita punya banyak pengusaha kaya dan ormas ormas besar seperti nu dan muhammadiyah yang telah merespons dengan baik soal Rohingya ini. Bahkan PBNU telah menyediakan pesantren-pesantren di lingkungan NU dan siap menampung mereka. di NU ada sekitar 40 ribu pesantren. Jika satu pesantren menampung satu, jumlahnya sudah sangat signifikan. muhammadiyah juga punya banyak perguruan tinggi. Saya kira itu bisa kita atasi secara bersama.


Kedua, Indonesia ini negara besar di Asean. Sudah saatnya Indonesia menggalang kekuatan asean untuk berbicara di tingkat internasional tentang Rohingya ini. Jika selama ini HAM internasional untuk soal perang di Timur tengah selalu vocal, tetapi mengapa utk soal Rohingya ini kita malah diam saja. Saya kira Asean harus bergerak untuk menarik mereka agar terlibat dalam penanganan kasus ini.


Dana-dana PBB saya kira banyak untuk menangani pengungsi. Mengapa pengungsi Rohingya tidak ditangani. Indonesia layak menjadi trigger bergerak bersama Asean utk mengatasi Rohingya ini. Saya ingat ketika pada kasus tertentu mereka kompak mengatasi imigram secara kompak. Mengapa mereka bergerak?  


Ketiga, saya kira harus ada roadmap bagi kepentingan luar negeri ini. Kalo kita harus menampung semua Rohingya ya itu tidak mungkin. harus ada tahapan-tahapannya, Entah bulan atau tahun, sumberdaya apa yg harus dipersiapkan untuk Rohingya ini. Sebab persoalan Rohingya ini bukan semata soal trafficking (perdagangan manusia). Saya tadi mendengar, karena ada unsure trafficking membuat Menlu sikapnya agak melunak. Saya kira persoalannya bukan hanya trafficking.


Saya kira bukan itu. Mereka menjadi pengungsi ini secara sistematis. Ada sejarah Rohingya menyatakan mereka dilarang oleh undang-undang, konflik antar agama, sampai pembantaian etnis. Ini tentu karena ada unsure sistematis yang dilakukan oleh kelompok tertentu terhadap Rohingya.


Oleh sebab itu, karena mereka juga mempunyai persoalan di Negara asalnya, maka butuh kita ikut menyelesaikan bersama-sama. Benar bahwa itu persoalan internal negaranya. Tapi ini sudah di luar norma kemanusiaan.


Saya sepakat dengan usulan menghadirkan PBB ke Myanmar untuk menekan Negara. Agar mencabut undang-undang yang melarangnya. Ini berbahaya. Oleh sebab itu, saya sepakat untuk menghadirkan Negara-negara dan menekan Myanmar melakukan pencabutan undang-undang itu. Agar persoalan Myanmar tertangani dengan baik. Bahwa sejak 2007 sudah terjadi peristiwa keji terhadap Rohingya, apakah dunia sudah melangkah dengan sikap yang layak? Sehingga Rohingya tertangani dengan baik dan layak?


Bagi saya, jika waktu itu sudah tertangani dengan baik dan layak, tidak mungkin muncul tragedy sekarang ini. Karena setelah kita teliti, Rohingya ini ingin mencari penghidupan yg layak, yaitu ke Australia dan New Zealand. Ini artinya mereka di sana tidak diperlakukan dengan layak, terlebih dicampuri Bangladesh karena Islam madzhab-nya berbeda. Makanya mereka sangat senang sekali bisa ditampung di Malaysia dan bisa diterima bekerja. Kalo di Indonesia susah, karena banyak berbeda.
 

Sehingga, dengan begitu pelik dan banyak persoalan yang melingkupi Rohingya, harus ada roadmap agar tertangani dengan baik dan bisa diterima kembali ke negaranya. Bayangkan, di jaman modern ini masih saja ada etnis yang tidak mempunyai Negara. Betapa ngerinya. Kalo air mereka punya, tapi air laut. Bepergian tanpa tujuan dengan sarana yang sangat terbatas. Tidak masuk akal mereka akan bisa hidup lama. Makan saja susah. Minum saja minum airnya sendiri.


Makanya harus kita tangani bersama-sama. Dengan dipelopori Indonesia kita bangsa-bangsa ASEAN untuk menampung mereka. Selain itu juga kita perlu mengakses dana-dana untuk pengungsi, seperti OKI dan dana internasional. Selain tentunya juga UNHCR. Ini perlu juga akses dana Amerika. Namun mengapa Rohingya tidak masuk dalam agenda mereka? Padahal ini masih terus berlangsung ketidakadilan politik internasional, terutama di wilayah ASEAN.


Terakhir, saya mengusulkan harus ada tim investigasi independen untuk meneliti di negara asal Rohingya itu, ada apa yang sesungguhnya terjadi. Setelah pembakaran rumah warga Rohingya, belum ada data yang lengkap: ada apa di sana yang sesungguhnya terjadi atas Rohingya di Myanmar yang tertutup itu? Ini perlu membutuhkan tanggungjawab Indonesia sebagai bangsa besar agar bisa bergerak lebih cepat untuk menyelesaikan kemanusiaan ini. Saya kira itu, terima kasih atas perhatiannya. Wassalam.
 
 
 

DISKUSI PUBLIK #SAVEROHINGYA --  Jumat, 22 Mei 2015, Aula DPP PKB, Jl Raden Saleh, Jakarta. DPP PKB mengelar Diskusi Publik #SaveRohingya bertajuk  "Momentum Indonesia Menegakkan Kemanusiaan Global" di Kantor DPP PKB, Jakarta, 22/05/2015. Hadir sebagai narasumber, yaitu KH Masdar Farid Mas’udi (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Andi Rachmyanto (Kementerian Luar Negeri RI), H Syaiful Bahri Anshori (Komisi I DPR Fraksi PKB), dan H Nur Munir (moderator). Acara dibuka oleh H Andi Muawiyah Ramli (Dewan Syura DPP PKB).

 

[Kholilul Rohman Ahmad]

Sabtu, 23 Mei 2015

Masdar F Mas’udi: Rohingya tidak Bawa Dollar, Indonesia Punya Kemanusiaan



MASDAR F MAS'UDI, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama


 
JAKARTA, DPP PKB, -- Terima kasih atas undangan acara ini. Sebuah kehormatan bagi saya bisa hadir dalam forum kemanusiaan ini, forum untuk menyelamatkan sesama manusia yang sedang dirundung bencana, yakni pengungsi Rohingya.


Saya kira semua yang ada di majelis ini mempunyai pandangan dan (Insya Allah) komitmen yang sama di dalam menghadapi permasalahan yang mengemuka terkait pengungsi Rohingya ini, yakni kemanusiaan.


Sekiranya masyarakat Rohingya ini konglomerat saya kira akan disambut dengan karpet merah. Bukan hanya satu negara, bahkan banyak negara akan berebut menyajikan sambutan meriah untuk pengungsi Rohingya dan menawarkan kewarganegaraan.


Akan tetapi faktanya mereka bukan kumpulan orang berduit, bahkan bisa dikatakan bukan siapa siapa. Karena mereka seperti itu (tidak bawa apa-apa kecuali badan dan nyawa) maka diperlakuan sebagaimana kita lihat di media: keji dan sadis mampir ke mereka.


Ini persoalan ketidakadilan. Semua negara akan terbuka jika mereka memiliki dollar yang banyak. Tapi faktanya justru menutup pintu rapat rapat karena mereka tidak punya apa-apa.


Ini adalah fenomena ketidakadilan global yang sangat menghinakan kemanusiaan. Terlepas dari persoalan etnik, agama, politik, dan konflik di negaranya.


Sekali lagi, sesungguhnya mereka bukan siapa siapa dan tidak punya apa-apa sehingga memperoleh perlakuan begitu keji. Soal akibat konflik politik, beragama tertentu, dari negara tertentu, dari etnik tertentu, itu hanya bumbu pemanis berita.


Sehingga ketika ada negara kedatangan mereka, tentu akan dimaknai penambah beban. Sungguh fenomena ketidakadilan global yang melibatkan hampir semua negara sedang dipertontonkan kepada kita.


Lalu bagaimana sikap kita sebagai bangsa Indonesia?


Pertama, kita harus berani terbuka, membuka diri atas kehadiran mereka. Atasnama sesama manusia dan kemanusiaan. Sebagai manusia kita harus terbuka. Bahwa sesama manusia berhak menempati bumi ini.


Kita sebagai manusia modern harus menyadari tragedi Rohingya ini muncul karena adanya konsep negara-negara sehingga bumi ini dikapling. Dulu sebenarnya siapapun bebas mau tinggal dimana, mau membangun ekonomi dimana, dan sebaganya, saya kira waktu itu masih terbuka. Tentu karena waktu itu bumi masih luas, dalam arti belum banyak pengungsinya. Tapi sekarang bumi ini terasa makin sempit.


Yang kedua, Indonesia punya konstitusi yang bisa dimaknai bahwa kita tidak bisa menutup mata terhadap pengungsi Rohingya. Mereka adalah orang-orang yang tidak punya tempat tinggal karena diusir dari tempat tinggalnya.

 

Saya kira masyarakat internasional juga sedang bertanya-tanya, di mana penghargaan Nobel Perdamaian yang diterima oleh salah satu pejuang Myanmar itu, Aung Sangsu Kyi.


Dunia sedang bertanya, di mana hadiah Nobel itu?


Mengapa penerima Nobel itu hanya diam saja? Persoalannya karena mereka Rohingya hanya membawa kemanusiaan. Mereka tidak membawa dollar. Inilah ironi manusia modern. Kita sekarang sedang diuji dimensi kemanusiaan yang kita miliki.


Jangan-jangan kemanusiaan kita sekarang ini hanya kamuflase bagi materialisme yang sedang kita anut?


Lalu, kenyataan sekarang mereka Rohingya sudah masuk ke wilayah Indonesia. Berarti kita harus mengambil tanggungjawab sebagaimana mestinya, sesuai dengan prinsip-prinsip dasar kemanusiaan yang kita yakini.


Setidaknya, menampung sebagian dari mereka dalam batas tertentu. Ya, jangan semuanya kita yang menampung, dong. Itu tidak fair. Ini adalah tanggungjawab global.*

 

– Disampaikan oleh KH Masdar Farid Mas’udi (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama) dalam Diskusi Publik #SaveRohingya, “Momentum Indonesia Menegakkan Kemanusiaan Global” diselenggarakan di Kantor DPP PKB, Jakarta, 22/05/2015. Selain Masdar, hadir sebagai narasumber Andi Rochmanyanto (Kemenlu RI), Syaiful Bahri Anshori (Komisi I DPR Fraksi PKB), dan Nur Munir (moderator). Acara dibuka oleh Andi Muawiyah Ramli (Dewan Syura DPP PKB).   [kholilul rohman ahmad]

 
 
 
DISKUSI ROHINGYA DPP PKB. Dari kiri ke kanan: H nur Munir, KH Ghofur, H Syaiful BAhri Anshori, Andi Rachmyanto, Masdar Farid Mas'udi. [Foto: Alie Media DPP PKB]

Terimalah Pengungsi Rohingya dengan Enjoy dan Happy


 
MENYANYIKAN LAGU INDONESIA RAYA. Andi Muawiyah Ramli (berkacamata). foto: kholilul rohman ahmad

 

ANDI MUAWIYAH RAMLI:


Terima kasih atas kehadiran Bapak Ibu Saudara semua di Kantor DPP PKB ini. Kita hadir di sini tidak lain adalah karena didorong oleh rasa kemanusiaan terhadap para pengungsi Rohingya. Mereka adalah juga manusia sama dengan kita yang ada di sini.


Saya mewakili Ketua Umum DPP PKB, H A Muhaimin Iskandar, yang tidak bisa hadir dalam acara yang terhormat ini karena tidak bisa meninggalkan acara lain di Jakarta juga. Beliau memberikan kepercayaan kepada saya untuk memberikan kata sambutan atau keynote speaker dalam acara pembukaan diskusi ini. Bapak Ketua Umum titip salam untuk semua yang hadir di sini.


Kita melihat masalah pengungsi #Rohingya ini bukan semata-mata faktor masalah politik, juga bukan semata-mata warga Rohingya ini seiman dengan kita. Namun ini sejalur dengan tagline PKB, yakni "rahmatan lil 'alamin". Yang diterjemahkan sebagai kemanusiaan. Seperti kata Gus Dur, kemanusiaan itu lebih penting daripada politik.


Di sisi lain, dari faktor sejarahnya, mari Kita lihat sejarah Nabi Muhammad SAW itu juga pernah menjadi pengungsi. Waktu itu beliau mengungsi dari Makkah ke Madinah (Yatsrib). Beliau mengungsi karena terusir dari negerinya tempat kelahirannya.


Nah, bagaimana yang terjadi jika masyarakat Madinah waktu itu tidak menerima Nabi?


Maka dari itu, saya berpesan kepada masyarakat Aceh dan Sumatera Utara, terimalah warga Rohingya sama seperti saat masyarakat Madinah menerima Nabi Muhammad. Terimalah mereka dengan enjoy dan happy.


Sebab ini faktor kemanusiaan, sejalan dengan sila kedua Pancasila, yakni `Kemanusiaan yang Adil dan Beradab`. Langkah kita sebagai bangsa juga harus sesuai dengan Pembukaan UUD 1945 kita, bahwa kemanusiaan harus kita tempat pada maqam yang tinggi.


Kami PKB memandang etnis Rohingya adalah saudara sesama manusia penduduk bumi. Apa yang terjadi konflik di Negara asalnya adalah urusan internal mereka. Yang patut kita lakukan di sini adalah membantu meringankan beban mereka.


Budaya kita Indonesia adalah cinta kemanusiaan, ini ajaran Gus Dur (mantan Presiden RI ke-4, Abdurrahman Wahid). Tragedi yang menimpa etnis Rohingya bukan wacana politik. Ini soal kemanusiaan. Bagaimana kita harus bertindak, kita lihat di sana mereka tidak memakai baju. Kita harus peduli.


Kami atasnama PKB mengucapkan terima kasih kepada Menteri Luar Negeri Ibu Retno yang sudah bertindak. Terima kasih kepada UNHCR yang sudah tiba di sana (Aceh) untuk mengurusi pengungsi Rohingya. Ini persoalan kita bersama. Selamat berdiskusi. Mari kita buka bersama dengan membaca basmallah. Bismillahirrahmanirrahim. 

 

DISKUSI PUBLIK #SAVEROHINGYA --  Jumat, 22 Mei 2015, Aula DPP PKB, Jl Raden Saleh, Jakarta. DPP PKB mengelar Diskusi Publik #SaveRohingya bertajuk  "Momentum Indonesia Menegakkan Kemanusiaan Global" di Kantor DPP PKB, Jakarta, 22/05/2015. Hadir sebagai narasumber, yaitu KH Masdar Farid Mas’udi (Pengurus Besar Nahdlatul Ulama), Andi Rachmyanto (Kementerian Luar Negeri RI), H Syaiful Bahri Anshori (Komisi I DPR Fraksi PKB), dan H Nur Munir (moderator). Acara dibuka oleh H Andi Muawiyah Ramli (Dewan Syura DPP PKB).

 
[Kholilul Rohman Ahmad]

 
 

Jumat, 22 Mei 2015

TKI Harus Dilindungi Sistem Komunikasi yang Nasionalis

TERTAWA MELIHAT FOTO RESES UNIK. Tiga anggota Fraksi PKB tertawa melihat foto unik dalam album foto reses pertama mereka, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta,  12/1/2015. Dari kiri ke kanan: M Nasim Khan, Bertu Melas, dan Syaiful Bahri Anshori. [foto: kholilul rohman ahmad]

Jakarta, NKI NEWS -- Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri adalah salah satu sumberdaya manusia Indonesia di luar negeri. Keberadaan mereka membutuhkan perlindungan yang dijamin maksimal oleh Negara. Oleh sebab itu, komunikasi TKI dengan kolega maupun keluarganya di Tanah Air harus menggunakan jalur yang dijamin kerahasiaannya.

Pandangan tersebut disampaikan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi PKB, M Nasim Khan, saat ditemui di ruang kerjanya di Gedung DPR Nusantara I, Senayan, Jakarta (22/05). Nasim dimintai keterangan wartawan berkaitan program Nawacita Presiden Jokowi untuk memberikan perlindungan menyeluruh kepada TKI di luar negeri.

“TKI adalah masa depan Indonesia. Mereka ikut membangun Indonesia dari luar negeri. Kita wajib melindungi. Apa jadinya jika komunikasi mereka justru lewat operator negara asing? Di mana letak jaminan negara?,” katanya.

Rasa Aman & Nyaman
Dikatakan, penggunaan alat komunikasi produk dalam negeri dan dikelola oleh perusahaan milik negara akan lebih mampu memberikan rasa aman dan nyaman. Selain itu, perlindungan komunikasi itu juga dimaksudnya sebagai bentuk kehadiran Negara bagi TKI di luar negeri.

“Jika BUMN yang mengoperatori komunikasi TKI itu, menurut hemat saya akan lebih meningkatkan keamanan dan sekaligus bermakna pertahanan Negara. Kita sudah punya PT Telkom dan Telkomsel, ini harus dimanfaatkan maksimal,” lanjut Nasim. 

Menurut Nasim, dengan teknologi telekomunikasi milik BUMN, maka pemerintah juga melindungi hak dan keselamatan warga Negara Indonesia di luar negeri, dan memperkuat peran Indonesia dalam kerjasama global.

“Ini soal nasionalisme pertaruhannya. Saya berpesan, jangan sampai TKI di luar negeri justru dimanfaatkan oleh operator negara lain, yang bukan Indonesia,” kata Anggota DPR asal Dapil Jawa Timur III (Bondowoso, Situbondo, Banyuwangi).

Nasim mengatakan, pemerintah berencana membangun sistem komunikasi TKI di luar negeri yang terintegrasi dengan pemerintah di Tanah Air. Tujuannya, agar pemerintah bisa melayani dan melindungi TKI secara maksimal sekaligus memberikan pembinaan dan pengarahan secara online tanpa intervensi negara lain. [kra | www nki news net]


KETERANGAN FOTO:  Tiga anggota Fraksi PKB tertawa melihat foto unik dalam album foto reses pertama mereka, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta,  12/1/2015. Dari kiri ke kanan: M Nasim Khan, Bertu Melas, dan Syaiful Bahri Anshori. [foto: kholilul rohman ahmad]

Selasa, 19 Mei 2015

Nasim Khan Komitmen “Emoh’ Radikalisme Agama



RAMAH TAMAH BERSAMA WARGA -- Anggota DPR/MPR Dapil Jatim III, Ir M Nasim Khan, ramah tamah bersama warga masyarakat dalam program Sosialisasi MPR di Daerah Permilihan di Desa Karanganyar, Tegalampel, Bondowoso, 19/04/2015.

BONDOWOSO, Sorot Rakyat News-- Maraknya paham radikal yang berkembang di masyarakat mendorong Anggota MPR Fraksi PKB, M Nasim Khan, ikut bergerak untuk membentengi agar paham tersebut tidak berkembang. Radikalisme agama adalah paham import yang tidak selaras dengan budaya dan tradisi masyarakat Indonesia karena lebih mengedepankan toleransi dan harmoni antar sesama warganya. 

"Kita sudah punya Pancasila. Ideologi bangsa kita ini sudah final. Sudah selesai perdebatannya," kata Nasim saat berpidato membuka acara program Sosialisasi MPR di Daerah Permilihan yang digelar di Desa Karanganyar, Tegalampel, Bondowoso, 19/04.

Menurut Nasim, radikalisme agama merupakan paham yang sangat membahayakan bagi keutuhan ideologi bangsa Indonesia. Padahal, benteng utama mempertahankan bangsa Indonesia dari gerusan paham asing adalah Pancasila, Bhinneka Tungga Ika, NKRI, dan UUD NRI 1945 (disingkat PBNU).

"Pancasila maupun PBNU ini sudah final. Harus kita jaga. Jangan sampai paham radikalisme merusak tatanan yang sudah pakem," tuturnya. Pernyataan itu juga sebagai tanggapan atas pertanyaan santri bernama Zaini Syamsuddin: "Apakah Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945 saat ini masih relevan dipertahankan?"

Dikatakan, paham radikal ini sangat berlebihan. Ia punya agenda mengubah Islam dimasukkan ke dalam ideologi negara dengan semangat berlebihan, akan tetapi tanpa dibarengi pengetahuan agama yang memadai. Kelompok yang sering melakukan kampanye paham radikalisme agama sering membawa klaim kebenaran tunggal untuk menghindari pemahaman lain yang berseberangan.

"Jika muncul pandangan berbeda atau bersebrangan tanpa pandang bulu mereka berangus dan dianggap sesat. Padahal kita punya ideologi Bhinneka Tunggal Ika," kata Nasim di depan para tokoh masyarakat dan santri se-Bondowoso.

Untuk itu, Nasim berpesan, agar santri dan masyarakat selalu waspada terhadap gerakan radikalisme agama. Sebab gerakan ini bagaikan musuh dalam selimut sehingga membahayakan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Katanya, bahwa dalam kehidupan berbangsa di Indonesia dengan bermacam-macam budaya dan tradisi merupakan khazanah yang memperkuat bangsa Indonesia dan selalu jadi perbincangan positif di mata dunia.

"Kondisi positif ini harus kita jaga selalu. Di sinilah peran utama santri ," pesan Nasim di ujung pidatonya.

Sosialisasi MPR di Dapil merupakan program MPR yang dilaksanakan oleh Anggota MPR. Oleh Nasim dilaksanakan Daerah Pemilihan Jawa Timur III. Bertujuan menyerap aspirasi (kritik dan saran) dari masyarakat terhadap pelaksanaan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Repuklik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Selain itu juga untuk lebih memasyarakatkan dan membudayakan pentingnya membangun komunikasi antara masyarakat dengan wakilnya dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (KRA, www sorot-rakyat com)

KETERANGAN FOTO: Anggota DPR/MPR Dapil Jatim III, Ir M Nasim Khan, ramah tamah bersama warga masyarakat dalam program Sosialisasi MPR di Daerah Permilihan di Desa Karanganyar, Tegalampel, Bondowoso, 19/04/2015.

Ayo daftar Jadi Jutawan