|
Holopis Kuntul Baris. Mukernas PKB 2016, JCC, Jakarta, 5-6 Februari 2016 |
JAMAN SUDAH BERUBAH menjadi modern ditandai banyak orang
pegang handphone Androit. Namun
begitu, Kang Takur masih setia menggunakan bakiak kayu sonokeling sebagai pelapis
kulit kaki agar tidak kepanasan saat menapaki jalan aspal hotmik di siang
bolong.
Sarung kotak-kotak selalu membelit badan bagian bawah. Sedangkan
badan bagian atas ia lapisi baju putih lengan panjang. Di kepala seringkali
kopiah kain warna krem coklat muda menempel menutupi sebagian rambut hitamnya.
Siang menjelang duhur itu Kang Takur berjalan ke langgar di Dusun
Mentaok, kawasan permukiman para petani kopi di ujung Desa Selorejo. Jam masih
menunjuk angka 11.00, sebentar lagi waktu dhuhur tiba. Kang Takur ke langgar
untuk berjamaah duhur sekaligus beradzan saat nanti waktu dhuhur tiba.
Masih sekitar 30 menitan lagi dhuhur tiba, di serambi
langgar Kang Takur duduk di tangga depan. Sambil melepas kopiahnya, ia
mengusap-usap rambutnya yang masih basah. Sekelebatan lewatlah Kang Hasan menyapa
Kang Takur sambil menyodorkan handphone
yang sudah menyala layarnya.
“Kang Takur, tolong bacakan SMS di henpon ini,” pinta Kang Hasan sambil memperlihatkan layarnya.
“Ada apa kang? Ada yang aneh dengan hape sampean, ya?” jawab kang Takur.
“Bukan. Ini di hape saya kok ada pesan masuk banyak sekali.
Panjang gitu. Biasanya hanya SMS pendek. Ini kok panjang banget. Cepat lelah kalo baca panjang. Kacamata saya kesingsal
(lupa menaruh di mana, Red.),” katanya.
“Ouhhh, itu mungkin pesan penting, ya?”
“Ah, mosok. Panjang pendek pesan itu tidak selalu penting.
Penting itu ya tergantung selera, to?”
“Ya ya ya. Sini saya bacakan. Dengarkan baik-baik ya?”
Begini bunyi pesan buat Kang Hasan yang dibacakan Kang Takur:
Selamat siang. Sambil menikmati
santap siang yang sedang Anda nikmati, entah soto, bakso, nasi rames, gule,
tongseng, atau tahu kupat, perkenan saya menyampaikan sekelumit nilai
#MukernasPKB yang akan digelar, besok Jumat (5/2).
Hal ini saya rasa penting
dan perlu didedahkan agar publik konstituen dan masyarakat umum bisa memaknai konteks
#MukernasPKB. Meskipun secara sadar penjelasan ini belum tentu menjelaskan
secara utuh dan komprehensif. Semacam sekilas pandang sebagai kader dan
penggembira, maka perkenankanlah artikel pendek ini dihadirkan.
Momentum Musyawarah Kerja Nasional Partai
Kebangkitan Bangsa (Mukernas PKB) digelar tahun ini bertujuan agar kebersamaan guyup
dan rukun selalu melekat dalam perjuangan PKB. Tema “Holopis Kuntul Baris:
Menangkan Rakyat dalam Persaingan Global” menjadi judul dari harapan itu.
PKB sebagai salah satu kekuatan
bangsa Indonesia yang semakin diperhitungkan dalam kancah politik nasional,
basis politik PKB yang mayoritas santri menghendaki keterlibatan PKB bukan
sekedar pengesah pemerintahan yang ada.
Lebih dari itu keinginan agar selalu
terlibat aktif mengelola pemerintahan adalah harapan yang terus tumbuh dalam
ruang batin para penggerak PKB.
Sejak jalan Pemerintahan Presiden Susilo
Bambang Yudhoyono (SBY), PKB telah membuktikan bagaimana keterlibatan mengelola
pemerintahan itu dengan teguh dan loyal.
Buktinya, loyalitas ditunjukkan dengan
sikap bukan sekedar penopang kekuatan politik rezim SBY, namun ikut mengurusi
detail-detail persoalan kerakyatan yang diselesaikan secara tuntas tanpa
masalah.
Nah, momentum #MukernasPKB tahun
2016 ini kembali ditegaskan PKB sebagai bagian dari pemerintahan Presiden Joko
Widodo yang teguh dan loyal. Sikap teguh dan loyal menjadi sifat PKB karena sadar
problem kerakyatan bangsa Indonesia membutuhkan penyelesaian dengan kekuatan
politik yang prima.
Bagaimana agar loyalitas PKB
terhadap pemerintahan ini bisa berjalan langgeng? Kuncinya ada pada kerukunan
dan kebesamaan semua komponen di tubuh PKB dalam memaknai rahmatan lil ‘alamin agar jalur-jalur masalah bisa ditembus PKB kemudian
menjadi maslahah (kesejahteraan).
Di sinilah berkah PKB harus tumbuh
sejalan pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Sudah. Pesannya begitu, Kang. Panjang dan melegakan, to?”
“Oalah, MukernasPKB begitu, to? Saya kira pesan apa. Berarti
PKB itu memang penting untuk Indonesia ini, ya?”
“Ya jelas. Sejak Gus Dur mendeklarasikan PKB sudah diterawang
bahwa betapa penting kaum santri mengarungi dunia politik. Biar tidak dipolitiki
terus. Jadi santri itu harus melek politik, bukan hanya melek henpon Androit
saja.”
“Hehehe… ya iya lah, Kang.”
“Sudah. Sini hapenya.” Lalu Kang Takur menyerahkan hape ke Kang
Hasan.
“Eh, Kang. Mbok saya pinjam hape buat dengarkan kaset lagu-lagu
shalawat Habib Syeh?”.
“Halah, Kang, Kang. Jaman sekarang kok pinjam hape. Wis ora usum. Mending beli sendiri.”
“Ada yang murah? Ada yang bisa kredit?"
“Ada. Tuh, di Konter HP Mas Sandi melayani kredit henpon.”
“Wah, tenane? Bisa kredit sepuluh ribu sebulan?
“Ya ada. Dari yang murah sampai yang mahal. Tapi kalo kredit
sepuluh ribu per bulan ya ngangsurnya selama lima tahun.”
Setelah jamaah dhuhur, Kang Takur langsung jalan kaki ke Konter HP Mas Sandi. Mencari info kredit handphone Rp10.000 per bulan.
(Kholilul Rohman Ahmad)