Kamis, 25 Februari 2016

Hujan, Warung Martijo, dan Bang Nasim

M Nasim Khan memakai sepatu hitam bersiap berangkat ke kantornya di Senayan. Bang Nasim adalah Anggota Fraksi PKB Komisi VI DPR asal Daerah Pemilihan Jawa Timur III (Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi). Pada Masa Sidang III tahun 2015-2016 ini oleh Fraksi PKB ditugasi mengawal RUU Paten dalam Panitia Khusus, alat kelengkapan dibentuk oleh DPR yang bersifat sementara.

--ter #puisihujan. 
Menjadi anggota DPR bukan perkara sulit. Mengapa harus dengan mengernyitkan dahi? Menjalaninya secara apa adanya akan lebih melesakkan daya kerja dengan pikiran enteng tanpa harus menanggalkan makna sebagai wakil rakyat. Kira-kira, begitu.

Toh, Tuhan memberi rejeki, beban, dan tugas kepada setiap manusia sesuai maqam-nya. Tidak terkecuali Martijo, pedagang rokok, bensin botolan, minuman, gorengan, dan kebutuhan pejalan yang remeh- temeh; dan Bang Nasim, Anggota DPR dari Situbondo, Jawa Timur.

Saat musin hujan seperi bulan Februari begini, lebih sering pejalan kaki mampir ke warung gerobag Martijo untuk numpang berteduh. Saat hujan, di kanan-kiri-depan gerobag kelihatan banyak orang namun hanya satu-dua yang menglarisi dagangannya.

Dengan fakta itu, saya menduga, Martijo akan lebih senang ketika cuaca tanpa hujan. Sebab saat orang-orang pejalan mampir sebentar namun membeli rokok atau minuman atau gorengan, setelah itu pergi melanjutkan perjalanan. Tanpa terlihat warung dikerumuni banyak orang, tapi dagangan banyak lakunya. Artinya, tanpa hujan rejekinya jadi lebih lancar.

“Sebenarnya hujan atau tidak itu bukan faktor bagi laku-tidaknya dagangan saya, Mas,” kata Martijo. Ternyata saya salah duga.  

`Kok begitu, Pak?`

“Bagaimanapun hujan adalah berkah. Hari ini hujan melulu. Barang dagangan saya hanya separo yang laku dibanding tidak hujan. Tapi jika tiada hujan sama sekali, itu bencana, Mas?”, mimiknya agak serius. Dahinya berkerut.

`Bencana bagaimana, Pak?`

“Ya, iya lah. Jika tiada hujan sama sekali, maka tidak akan ada orang yang membeli rokok di warung ini. Juga tidak mungkin ada gerobang warung rokok dan penjualnya,” katanya lebih serius.

`Hhhhoukeh kalo begitu. Saya setuju.`

Lalu, apa hubungan Bang Nasim dan hujan --seperti judul mini fiksi ini? Setelah ditelusuri sekilas, Bang Nasim adalah pelanggan setia warung rokok Pak Martijo. Biasanya Bang Nasim datang sendiri ke gerobag Martijo untuk membeli rokok dan gorengan. Bila sedang ada tamu ia meminta Yu Binah, pembantunya, yang membelikan.
Salam bahagia.

--kholilul rohman ahmad


Selasa, 23 Februari 2016

Batik Hijau Nasim Khan

M NASIM KHAN, Anggota DPR RI Fraksi PKB Dapil Jawa Timur III (Situbondo, Banyuwangi, Bondowoso). 


--Ini kisah perjalananku hari ini. Alhamdulillah, rasa bahagia hadir karena semua agenda berjalan lancar. Meski begitu, kelancarannya tidak seperti lancarnya Tol Dalam Kota di sore hari: lancar merayap, Bro! Buktinya Dik Ical tadi ketemu di lift bilang: “Ini wajah Kang Maman kelihatannya kok kurang bahagia?” Ah, itu perasaanmu saja, Cal. Batinku.

Kisah ini kuawali dengan fans page Mario Teguh di Facebook sudah tembus angka 18.126.362 like. Sementara Batik Indonesia baru mencapai 4.381.603 like. Padahal jika dihitung dari angka penjualan baju #batik sejak lahir #Facebook, diduga telah mencapai angka 40 juta potong lebih. Belum hitungan penjualan #sarung batik, celana batik, jilbab batik, #blangkon batik, hingga sempak batik. He hoo…

Akan tetapi mengapa fans page Batik Indonesia like-nya tidak ada separonya fans page Mario Teguh? Hmmmm..... Saya sudah mencoba berpikir keras mencari jawabnya. Namun sayang terbentur kuatir akibat keras memikirkannya justru berbuntut runtuh rasa bahagia di petang ini. 

Saat kupahat artikel ini ditemani suara Raisa melengking lembut di speaker aktif di kanan kiri laptop. Kutengok Raisa "Terjebak Nostalgia" di Youtube telah mencapai view 5.864.077. Bukan angka istimewa dibandingkan Zaskia Gotik “Tarik Selimut” dengan angka view 8.320.456. Eit, eit, nanti dulu. Raisa dengan “Jatuh Hati”-nya nyaris menyodok Zaskia dengan angka 7.887.525 view.

Lalu apa makna angka-angka view itu? Saya belum bisa membongkar rahasia di balik angka petang ini. Sebab ada unsur rumit dalam upaya membongkarnya sehingga perlu waktu cukup. Kalo cuma bongkar ala otak-atik gathuk, ya gampang lah.

Tapi baiklah. Ini sekelumit uraian terhadap angka-angka itu. Ada baiknya kita perlu dicoba utak-atik agar tidak menjadi seperti bisul nongkrong di bokong tapi ngilunya di ujung selangkangan (mlanjer, Jawa).

Jadi angka Mario, Batik, Raisa, dan Zaskia mampu bergulir pasti menanjak akibat perkomplotan antar kebudayaan, ekonomi, sosial, dan politik. Uniknya komplotan itu bermuara pada 'suka' atau 'like'. Anehnya, mereka yg klik `suka` atau klik `like` itu apakah beneran suka atau beneran like? 

Fakta membuktikan, jempol reflek klik suka karena akun Mario, Batik, Raisa, dan Zaskia lebih sering nongol di time line (TL) paling atas. Mengapa mereka mudah muncul di TL? Jawabnya tidak cukup satu matakuliah, Cung.

Jika itu ditarik garis lurus pada cermin Michael Laffan dalam Sejarah Islam di Nusantara (Bentang, 2015), kira-kira, seperti sejarah Islam yang telah berada di Nusantara dalam waktu relatif lama, semata bertahan karena berkomplot dengan budaya dan kawan-kawannya: ya ekonomi, politik, sosial. Padahal Islam bukan dari Indonesia. Mengapa justru mudah menggelembungkan pemeluknya di sini? Jawabnya tidak cukup satu matakuliah, Le.

Kira-kira begitu. Lantas, apakah angka view di Youtube itu bisa ditarik menjadi suara PKB pada pemilu mendatang? Duh. Pikiranmu mbok diajak piknik dulu, Su! Jangan terburu soal pemilu. Prosesnya harus dilalui dengan perhitungan, matang, dan lantang. Heho huhi hezzeee....

Batik Hijau Nasim Khan
Akhirnya, kisah ini wajib kuakhiri tentang baju batik hijau Bang Nasim. Bahwa siang tadi baru kutemukan bahagia lain saat bersalaman dengan Bang Nasim. Ya salamannya, sih, biasa. Tangan ketemu tangan lalu saling senyum. Itu saja, tidak lebih.

Hari ini ia pakai batik warna hijau. Tidak semua ijo warna di baju katun itu. Ntar dikira klambu keranda. Ya ada unsur abu-abu, kuning, putih, dan krem. Tampaknya baju batik ia pakai tidak seperti biasa. Mungkin karena ada agenda Rapat Paripurna DPR sehingga Bang Nasim sengaja pakai batik hijau.

Iya, M Nasim Khan, demikian nama lengkapnya. Hadir di Senayan, Jakarta (23/2) pakai batik hijau sebagai ungkapan tanggungjawab terhadap Daerah Pemilihan Jawa Timur III (Situbondo, Bondowoso, Banyuwangi). Mengapa hijau? Karena warna partai PKB-nya hijau. Tul gak?

“Kok, buru-buru pulang, Pak?”, tanyaku saat ia mau pulang sebelum maghrib. Tidak seperti biasanya.

“Ada konsinyering di Cikarang, Mas. Keburu kena macet,” jawab singkat lantas salam meninggalkanku sendiri di ruangan kerja. Salam bahagia.*


--kholilul rohman ahmad

Kamis, 18 Februari 2016

Perjumpaan tidak Biasa, Gus Tutut dan Nasim Khan

FRAKSI PKB DI DPR KOMISI VI: H Yaqut Cholil Qoumas dan M Nasim Khan.


JAKARTA -- Perjumpaan Gus Tutut dan Bang Nasim bersifat seperti tidak biasa --mau kusebut istimewa kok kayaknya lebay gitu. Peristiwa ini terjadi di ruang kerja Bang Nasim, lantai 14 Gedung DPR, Senayan, Jakarta, pekan lalu (10/02). Perjumpaan itu dilanjut bincang ringan tentang pergulatan para Anggota DPR lintas fraksi di Komisi VI. Kudengar mereka berdua berbisik dan sepakat mengikuti air mengalir. Lho, memangnya, ada isu panas apa di Komisi VI DPR? Googling aja yaa…

Ikut air mengalir? Mau basah-basahan, kah? Mereka di DPR untuk rakyat. Bukan untuk basah-basahan. DPR itu bukan kolam renang, Bung! #PKBmembelaRakyat.

Sebelumnya, Gus Tutut duduk di Komisi III membidangi hukum dan kawan-kawannya. Terhitung sejak perjumpaan itu ia bergeser ke Komisi VI. Sementara Bang Nasim sejak awal pelantikan dipercaya ‘nongkrong’ di Komisi VI dan menjadi Kapoksi-nya hingga sekarang. Bersama tiga anggota FPKB lain (Erma Mukarromah, Eem Marhamah, dan Kholilurrohman) diberi amanat memperjuangkan rakyat melalui BUMN, Koperasi, KPPU, Badan Standarisasi Nasional, perindustrian, dan perdagangan yang menjadi bidang garap Komisi VI.

Ketua Banser dan Sekjend Majelis Pesona
Gus Tutut, panggilan ciamik H Yaqut Cholil Qoumas, baru saja didaulat kaum Ansor dan barisan Banser menjadi Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor periode 2015-2020 hasil Kongres XV di Yogyakarta. Namun di DPR mewakili rakyat Dapil Jawa Tengah X meliputi Pekalongan, Pemalang, Batang. Tentu saja di dapil Jateng X itu ada unsur Ansor, Banser, dan kawan-kawannya NU.

Bang Nasim, panggilan mesra istrinya kepada Ir M Nasim Khan, tak lepas sam'am wa tha'atan sebagai Sekretaris Jenderal Majelis pecinta Sholawat Nusantara (Majelis Pesona). Duduk di DPR karena menyunggi ribuan aspirasi rakyat Dapil Jawa Timur III meliputi Bondowoso, Situbondo, dan Banyuwangi.

Wouwww, ribuan aspirasi? Jika rupa aspirasi itu kacang tanah bisa buat peyek, dong?

"Ini soal #amanat rakyat, Mas. Beliau dan para masayikh lah yang mengantar sampai di Senayan," katanya. "Beliau" adalah KH R Muhammad Cholil As'ad Syamsul Arifin. “Masyayikh” adalah kiai, ulama, dan guru ngaji yang setia merawat tradisi ngaji pondok pesantren dan majelis taklim.

Lalu, apa hasil bincang ringan mereka? Anda cari di #Google pasti tidak ketemu. Sumprit!



#loyalitasituada
#sinaudisiplin


[kra]

Selasa, 16 Februari 2016

Sosialisasi MPR di Situbondo, Launching "Syair Pilar Aswaja"

PELUNCURAN SYAIR PILAR ASWAJA -- Di tengah acara Sosialisasi MPR di Situbondo, Syair Pilar Aswaja diluncurkan oleh penggagasnya, Muh Arwani dan Kholilul Rohman Ahmad. Dari kiri ke kanan: Pengurus DPC PKB Situbondo Ra Ayung, Anggota DPR/MPR RI Ir M Nasim Khan, Tim Instruktur DPP PKB Abdul Fatah Kumis Beracun dan Muh Arwani, dirijen Siti Munawaroh. [foto: kra]

SITUBONDO, laskarjagad.net -- Syair Pilar Aswaja yang dinarasikan ulang oleh Muh Arwani dan Kholilul Rohman Ahmad mengalun khusyuk di Situbondo, tepatnya di Hotel Asri, saat pembukaan acara Sosialisasi MPR oleh Anggota MPR Ir M Nasim Khan, 29 November 2015. 

Arwani mengatakan, syair ini mengadaptasi lagu Syair Tanpo Waton dinyayikan KH Mohammad Nizam As-Shofa yang sudah terkenal di kalangan warga Nahdliyin. 

"Pertama kali saya perkenalkan di Batang. Setelah disempurnakan, di Situbondo ini dinyayikan bersama sebagai tanda di-lauching," kata Arwani didampingi Tim Instruktur FPKB MPR, Abdul Fattah Kumis Beracun. 

Menurut Arwani, syair ini didedikasikan untuk warna nahdliyin sebagai upaya memperkuat pemahaman Aswaja sekaligus memperkuat rasa cinta Tanah Air. Warga Indonesia pada umumnya, lanjutnya, belakangan dibombardir budaya asing yang bisa menggerus kecintaan kita kepada Tanah Air. Dengan Syair Pilar Aswaja, Arwani berharap mampu memperkuat nasionalisme warga negaranya. 

"Lagu ini diinspirasi keprihatinan," tuturnya. 

M Nasim Khan mengapresiasi positif dengan dilaunchingnya Syair Pilar Aswaja di Situbondo. Apalagi Situbondo berpredikat Bumi Shalawat semakin memperteguh kecintaan terhadap Tanah Air dan kebangsaan Indonesia. 

"Saya tadi ikut di dalam acara dan menyanyikan syair itu. Menggugah semangat NKRI," kata Nasim. 

Sosialiasi MPR bertajuk Pendidikan Kader Kebangsaan oleh Fraksi PKB MPR diikuti 100 peserta berasal dari berbagai kecamatan di Situbondo. Mayoritas mereka adalah santri yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren. 

Peserta mendengarkan lagu Syair Pilar Aswaja yang not-not lagunya seperti Syair Tanpa Waton cepat dan merasa mudah mengikuti iramanya. Mereka sudah mengenal lagu itu karena umum diputar atau dilantunkan pada acara-acara warga nahdliyin. Sehingga butuh waktu tidak lama untuk beradaptasi untuk kemudian semua peserta lancar mengikuti syair-syair dalam lagu itu. 

Pidato pembukaan acara Sosialisasi MPR oleh Nasim diisi pemaparan materi Sosialisasi MPR bertajuk "Peran MPR dalam Menangkal Radikalisme Agama." Katanya, MPR sudah memberikan keleluasaan bagi warga negara dalam beragama. Sehingga paham radikalisme bukan bagian dari dasar negara Indonesia. 

"Radikalisme itu memperburuk masa depan Indonesia. Jangan sampai kita mengikutinya. Itu sesat," katanya didampingi Ketua DPC PKB Situbondo, Lora Yafi. 
Peserta PKP dan Sosialisasi MPR di Situbondo, 29 November 2016. 

Selengkapnya video Syair Pilar Aswaja bisa disimak di sini. http://www.pkbtv.com/2015/12/01/nasim-khan-luncurkan-lagu-pilar-aswaja/


SYAIR PILAR ASWAJA

Astaghfirulloh...Robbal baroyaah....
Astaghfirulloh...Minal Khothoyah....
Robbi zithni..'ilman nafii'aa...
Wawaffiqni...'Amalaan sholikha....

Ya roshulalloh..salam mun'alaika...
Ya rofi'asyaani wad daarojii....
'Athfata yajiirotal 'alaami...
Ya Uuhailaljuuudi wal karomi.....2X

Pilar Aswaja Lima Perkara
attasamuh itu toleran
attawasuth itu moderat
attawazun itu seimbang 2x

atta'adul itu adil
amar ma'ruf dan nahi mungkar
mari syiarkan dan amalkan 
agar selamat dunia akherat 2x

Ya roshulalloh..salam mun'alaika...
Ya rofi'asyaani wad daarojii....
'Athfata yajiirotal 'alaami...
Ya Uuhailaljuuudi wal karomi.....2X


[kra]


Selasa, 02 Februari 2016

Kang Takur, Henpon Androit, dan Mukernas PKB

Holopis Kuntul Baris. Mukernas PKB 2016, JCC, Jakarta, 5-6 Februari 2016

JAMAN SUDAH BERUBAH menjadi modern ditandai banyak orang pegang handphone Androit. Namun begitu, Kang Takur masih setia menggunakan bakiak kayu sonokeling sebagai pelapis kulit kaki agar tidak kepanasan saat menapaki jalan aspal hotmik di siang bolong.

Sarung kotak-kotak selalu membelit badan bagian bawah. Sedangkan badan bagian atas ia lapisi baju putih lengan panjang. Di kepala seringkali kopiah kain warna krem coklat muda menempel menutupi sebagian rambut hitamnya.

Siang menjelang duhur itu Kang Takur berjalan ke langgar di Dusun Mentaok, kawasan permukiman para petani kopi di ujung Desa Selorejo. Jam masih menunjuk angka 11.00, sebentar lagi waktu dhuhur tiba. Kang Takur ke langgar untuk berjamaah duhur sekaligus beradzan saat nanti waktu dhuhur tiba.

Masih sekitar 30 menitan lagi dhuhur tiba, di serambi langgar Kang Takur duduk di tangga depan. Sambil melepas kopiahnya, ia mengusap-usap rambutnya yang masih basah. Sekelebatan lewatlah Kang Hasan menyapa Kang Takur sambil menyodorkan handphone yang sudah menyala layarnya.

“Kang Takur, tolong bacakan SMS di henpon ini,” pinta Kang Hasan sambil memperlihatkan layarnya.

“Ada apa kang? Ada yang aneh dengan hape sampean, ya?” jawab kang Takur.

“Bukan. Ini di hape saya kok ada pesan masuk banyak sekali. Panjang gitu. Biasanya hanya SMS pendek. Ini kok panjang banget. Cepat lelah kalo baca panjang. Kacamata saya kesingsal (lupa menaruh di mana, Red.),” katanya.

“Ouhhh, itu mungkin pesan penting, ya?”

“Ah, mosok. Panjang pendek pesan itu tidak selalu penting. Penting itu ya tergantung selera, to?”

“Ya ya ya. Sini saya bacakan. Dengarkan baik-baik ya?”

Begini bunyi pesan buat Kang Hasan yang dibacakan Kang Takur:

Selamat siang. Sambil menikmati santap siang yang sedang Anda nikmati, entah soto, bakso, nasi rames, gule, tongseng, atau tahu kupat, perkenan saya menyampaikan sekelumit nilai #MukernasPKB yang akan digelar, besok Jumat (5/2). 

Hal ini saya rasa penting dan perlu didedahkan agar publik konstituen dan masyarakat umum bisa memaknai konteks #MukernasPKB. Meskipun secara sadar penjelasan ini belum tentu menjelaskan secara utuh dan komprehensif. Semacam sekilas pandang sebagai kader dan penggembira, maka perkenankanlah artikel pendek ini dihadirkan.

Momentum Musyawarah Kerja Nasional Partai Kebangkitan Bangsa (Mukernas PKB) digelar tahun ini bertujuan agar kebersamaan guyup dan rukun selalu melekat dalam perjuangan PKB. Tema “Holopis Kuntul Baris: Menangkan Rakyat dalam Persaingan Global” menjadi judul dari harapan itu.

PKB sebagai salah satu kekuatan bangsa Indonesia yang semakin diperhitungkan dalam kancah politik nasional, basis politik PKB yang mayoritas santri menghendaki keterlibatan PKB bukan sekedar pengesah pemerintahan yang ada. 

Lebih dari itu keinginan agar selalu terlibat aktif mengelola pemerintahan adalah harapan yang terus tumbuh dalam ruang batin para penggerak PKB.
Sejak jalan Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), PKB telah membuktikan bagaimana keterlibatan mengelola pemerintahan itu dengan teguh dan loyal. 

Buktinya, loyalitas ditunjukkan dengan sikap bukan sekedar penopang kekuatan politik rezim SBY, namun ikut mengurusi detail-detail persoalan kerakyatan yang diselesaikan secara tuntas tanpa masalah.

Nah, momentum #MukernasPKB tahun 2016 ini kembali ditegaskan PKB sebagai bagian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo yang teguh dan loyal. Sikap teguh dan loyal menjadi sifat PKB karena sadar problem kerakyatan bangsa Indonesia membutuhkan penyelesaian dengan kekuatan politik  yang prima.

Bagaimana agar loyalitas PKB terhadap pemerintahan ini bisa berjalan langgeng? Kuncinya ada pada kerukunan dan kebesamaan semua komponen di tubuh PKB dalam memaknai rahmatan lil ‘alamin agar jalur-jalur masalah bisa ditembus PKB kemudian menjadi maslahah (kesejahteraan). 

Di sinilah berkah PKB harus tumbuh sejalan pemerintahan Presiden Joko Widodo.

“Sudah. Pesannya begitu, Kang. Panjang dan melegakan, to?”

“Oalah, MukernasPKB begitu, to? Saya kira pesan apa. Berarti PKB itu memang penting untuk Indonesia ini, ya?”

“Ya jelas. Sejak Gus Dur mendeklarasikan PKB sudah diterawang bahwa betapa penting kaum santri mengarungi dunia politik. Biar tidak dipolitiki terus. Jadi santri itu harus melek politik, bukan hanya melek henpon Androit saja.”

“Hehehe… ya iya lah, Kang.”

“Sudah. Sini hapenya.” Lalu Kang Takur menyerahkan hape ke Kang Hasan.

“Eh, Kang. Mbok saya pinjam hape buat dengarkan kaset lagu-lagu shalawat Habib Syeh?”.

“Halah, Kang, Kang. Jaman sekarang kok pinjam hape. Wis ora usum. Mending beli sendiri.”

“Ada yang murah? Ada yang bisa kredit?"

“Ada. Tuh, di Konter HP Mas Sandi melayani kredit henpon.”

“Wah, tenane? Bisa kredit sepuluh ribu sebulan?

“Ya ada. Dari yang murah sampai yang mahal. Tapi kalo kredit sepuluh ribu per bulan ya ngangsurnya selama lima tahun.”

Setelah jamaah dhuhur, Kang Takur langsung jalan kaki ke Konter HP Mas Sandi. Mencari info kredit handphone Rp10.000 per bulan.

(Kholilul Rohman Ahmad)



Ayo daftar Jadi Jutawan