Sabtu, 02 April 2016

Zaman Rumit dan Keutamaan Membaca Kitab Kuning

Zaman Rumit dan Keutamaan Membaca Kitab Kuning

~~~Orang gemar membaca bukan saja bisa mengantar pembacanya ke ujung dunia, bahkan menginjak rembulan pun bukan hal mustahil: sudah terbukti.

Rembulan yang ditakuti karena bikin siang jadi gelap (gerhana), akhirnya bisa ditundukkan dengan diinjak permukaannya oleh kaki manusia. Membaca.

Ujung dunia (kutub Selatan dan Utara) yang nyaris tanpa kehidupan sebab super dingin, nyatanya bisa disinggahi: bacalah bahwa manusia butuh bukti kongkrit mengapa permukaan air laut cenderung naik. Membaca.

Salah dua contoh di atas menunjukkan aksi membaca adalah kebutuhan hidup, bukan gaya hidup. Membaca akan mengantar manusia ke jalan yang dicita citakan. Membantu mewujudkan angan angan jadi kenyataan secara kongkrit: Mulanya terbayang bisa tersayang karena membaca. Bahkan tercinta.

Sepertinya, membaca sebuah pekerjaan yang hanya cocok bagi mereka yang tidak sibuk alias pengangguran. Seolah olah, aktivitas yang layak disebut pekerjaan adalah yang mengharuskan badan `obah terus`: mloka-mlaku, mloya-mlayu, ngomyang-ngomyeng, mocal-macul, slitha-slithi, mutar-muter, monthak-manthuk, dan lain sebagainya.

Ini era yang ganas, rumit, dan njemplit. Nyaris njempalik. Banyak orang `umyeg midar-mider`. Saat ditanya apa maunya bingung tanpa jawaban. Padahal kitab kuning anggitan para intelektual terdahulu adalah sumber ilmu pengetahuan yang sungguh `jadug` hanya soal menyingkirkan era rumit.

Beruntung kita punya Sahabat baik, Abdul Muhaimin Iskandar (Cak Imin). Mau mengingatkan kita betapa pentingnya kembali membaca kitab kuning. Bahkan rela menginisiasi sekaligus mempanitiai uji kecermatan membaca kitab kuning bagi generasi muda Indonesia.

Tidak tanggung kitab yang ditangkaskan, Ihya 'Ulumuddin karya pesohor Imam Al Ghazali (wafat tahun 505 Hijriyyah), lengkapnya Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghazali ath-Thusi asy-Syafi'i. Filosof Persia itu dikenal sebagai Algazel di dunia Barat pada Abad Pertengahan. Nama Abu Hamid lekat karena salah seorang anaknya bernama Hamid. (KHOLILUL ROHMAN AHMAD)

Keterangan gambar: Lomba membaca #kitakuning babak penyisihan. Musabaqah Kitab Kuning di Pondok Pesantren Al Fadlu wal Fadhilah, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, 2 April 2016 (Foto: Moch Yunus).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Ayo daftar Jadi Jutawan