Besuki-Situbondo
– Anggota MPR Ir H M Nasim Khan melaksanakan sosialisasi Pancasila di Pendopo
Kecamatan Besuki, Situbondo, (13/9) dalam suasana ramah, riang, dan syahdu
bersama masyarakat peserta Sosialisasi MPR. Bang Nasim, demikian panggilan
akrabnya, berbicara tentang pentingnya nilai-nilai Pancasila agar menjadi
teladan bagi kehidupan bermasyarakat.
Mereka yang
hadir terdiri dari berbagai elemen masyarakat dari seluruh kecamatan di
Situbondo, dalam rangka memasyarakatkan Pancasila di lingkungan masyarakat pada
umumnya. Anggota MPR Ir HM Nasim Khan bersama narasumber pendamping dari DPAC
PKB Besuki, menyampaikan materi nilai-nilai Pancasila dalam acara Sosialisasi
MPR di Situbondo.
Dalam kesempatan itu, Bang Nasim juga menyampaikan pesan kepada para angggota Lembaga Pendidikan Kader Pancasila (LPKP) Situbondo sebagai upaya meningkatkan jangkauan Pancasila ke pelosok-pelosok desa di Situbondo. Acara yang diselenggarakan kerjasama Fraksi PKB MPR-RI dan DPC PKB Situbondo ini dilaksanakan di Pendopo Kecamatan Besuki yang kepanitian secara teknis dilaksanakan Institut NKI.
”Pertemuan
ini sebuah wadah ruang silaturrahim Pancasila kepada para warga masyarakat di
Situbondo,” kata Bang Nasim. Ia berharap kepada peserta semoga acara menjadi
ruang konsolidasi dan memasyarakatkan Pancasila di dapil Situbondo dan
sekitarnya.
"Salah
satu bentuk nilai-nilai Pancasila dan Aswaja adalah terwujudnya ulama NU
sebagai motor perjuangan kemerdekaan Indonesia hingga terbentuknya NKRI,"
ujarnya.
Pancasila
sebagai dasar negara Republik Indonesia merupakan pilar utama daripada tiga
pilar lainnya sehingga menjadi final eksistensinya serta tidak perlu
diperdebatkan lagi.
“Pancasila
bagi NU sudah final. Harga Mati. Sudah tidak ada persoalan. Persoalannya
bagaimana kita melakukan aktualisasi dan kontekstualisasi nilai-nilai Pancasila
menurut keadaan zamannya,” katanya.
Menurutnya,
di jaman Orde Baru ada Eka Prasetya Panca Karsa atau P4 yang dianggap
terjemahan tunggal oleh pemerintah yang bersifat mutlak alias tidak bisa
dibantah. Katanya, rezim Orba tidak memperbolehkan muncul terjemahan Pancasila
dari masyarakat.
“Nah, masa
sekarang tafsir tunggal itu dihilangkan. Tapi tentu namanya menerjemahkan tidak
boleh keluar dari teks Pancasila itu,” katanya.
Sementara
itu, saat menjelaskan materi Bhinneka Tungga Ika, ia menyatakan bahwa
pluralisme atau warna-warni keyakinan yang ikut membentuk negara Indonesia
harus dihayati oleh semua masyarakat. Sebab Indonesia dibentuk oleh banyak suku
agama dan golongan, bukan oleh sekelompok tertentu saja.
Berpesan agar
kader PKB jangan hanya menjadi penonton di depan kebijakan publik yang hanya
dikuasai orang lain. Jangan sampai para kiai hanya menonton saja, lalu saat ada
kerusakan diminta ikut memperbaiki. Saat bagus dan lurus disuruh kembali ke
pesantren.
Ia
menyatakan, kiai harus ikut ambil bagian menentukan kebijakan publik, maka dari
itu PKB harus menang lalu menempatkan wakilnya di parlemen. Sebab menentukan
kebijakan publik untuk mengajak berbuat kebajikan termasuk ibadah.
“Ini juga sejalan sebagai ibadah dengan para ulama
dan masyayikh yang mengajar di pesantren, yakni sama-sama beribadah dan
Pancasila,” katanya.
“Jadi dengan
ini sudah tidak relevan pernyataan Pancasila itu kafir, atau Pancasila itu
bukan Islam. Karena Pancasila dan NKRI adalah bagian dari PBNU,” katanya
menutup presentasi materi Empat Pilar alias PBNU, yakni P=Pancasila, B=Bhinneka
Tunggal Ika, N=NKRI, dan U=UUD Tahun 1945. (kra)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar